Bayangkan jika
minyak bumi, gas alam, dan batu bara di bumi Kalimantan sebagai sumber bahan
bakar minyak (BBM) yang selama ini digunakan menipis habis. Dipastikan
kita semua bakal kelimpungan dan pusing tujuh keliling. Itulah yang
menjadi dasar Prof. Dr. Ristono, MS. melakukan penelitian tentang bahan bakar
alternatif terbaharukan di Kaltim. Sosok peneliti ini telah berjuang dengan
ulet memasyarakatkan tanaman singkong gajah. Selain sebagai sumber makanan
pokok alternative, singkong gajah sangat potensial dikembangkan sebagai sumber
bioenergi masa depan sehingga memiliki nilai strategis lain yang sangat luar
biasa. Selain itu, yang bersangkutan memiliki obsesi bahwa di wilayah
perbatasan Kaltim dengan pertimbangan perlunya kemandirian wilayah,
pembangunan yang berkelanjutan serta upaya melepaskan tekanan arus TKI di
perkebunan-perkebunan karet Malaysia, Indonesia dapat membuka jutaan hektar
kebon singkong di wilayah perbatasan. Dari aspek kesejahteraan, impian ini
sangat logis. Sedangkan ditinjau dari aspek pertahanan, diharapkan tercipta
ketahanan menyeluruh yang terkait dengan ketahanan pangan, energi dan
social.
Berawal dari sebuah diskusi kecil membahas prospek pengembangan singkong gajah dalam rangka pemberdayaan masyarakat di wilayah perbatasan RI-Malaysia antara Guru Besar STT Migas Balikpapan Prof. Dr. Ristono, MS. Dengan Kasdam VI/Mlw Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya didampingi oleh Katopdam VI/Mlw Letkol Ctp Drs. Ibnu Fatah, M.Sc. di Ruang Tamu VIP Makodam VI/Mlw (Selasa, 4/1), Kodam VI/Mlw tengah menjajaki dan bertekad untuk memulai menanam singkong gajah di lahan-lahan milik TNI. Kegiatan ini, didasari pemikiran bahwa Kodam VI/Mlw harus mampu menjadi contoh nyata bagi upaya peningkatan kesejahteraan prajurit dan keluarganya serta bagi upaya pemberdayaan rakyat pada umumnya. Berikut ini artikel tentang singkong gajah sebagai bagian dari upaya sosialisasi agar didapatkan kesamaan visi dan persepsi seluruh warga Kodam VI/Mlw. Sebagian besar bahan tulisan didapatkan dari beberapa kali diskusi secara langsung dengan Prof. Dr. Ristono, MS. dan juga kompilasi dari berbagai sumber tulisan sekunder.
Berawal dari sebuah diskusi kecil membahas prospek pengembangan singkong gajah dalam rangka pemberdayaan masyarakat di wilayah perbatasan RI-Malaysia antara Guru Besar STT Migas Balikpapan Prof. Dr. Ristono, MS. Dengan Kasdam VI/Mlw Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya didampingi oleh Katopdam VI/Mlw Letkol Ctp Drs. Ibnu Fatah, M.Sc. di Ruang Tamu VIP Makodam VI/Mlw (Selasa, 4/1), Kodam VI/Mlw tengah menjajaki dan bertekad untuk memulai menanam singkong gajah di lahan-lahan milik TNI. Kegiatan ini, didasari pemikiran bahwa Kodam VI/Mlw harus mampu menjadi contoh nyata bagi upaya peningkatan kesejahteraan prajurit dan keluarganya serta bagi upaya pemberdayaan rakyat pada umumnya. Berikut ini artikel tentang singkong gajah sebagai bagian dari upaya sosialisasi agar didapatkan kesamaan visi dan persepsi seluruh warga Kodam VI/Mlw. Sebagian besar bahan tulisan didapatkan dari beberapa kali diskusi secara langsung dengan Prof. Dr. Ristono, MS. dan juga kompilasi dari berbagai sumber tulisan sekunder.
Sekilas
Tanaman Singkong Gajah
Singkong gajah
adalah singkong varietas ”Asli” Kalimantan timur yang ditemukan oleh Prof. Dr.
Ristono, MS dan dipublikasikan melalui Koran Lokal di Kalimantan Timur dan
internet sejak tanggal 08 Juli 2008. Sosialisai dan pengembangan dimulai
tanggal 01 Juni 2009 dengan acara “Panen Raya dan Bazaar di Desa Bukit Pariaman
(Separi-1) Kec. Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi
Kalimantan Timur. Menurut pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan oleh
Prof. Dr. Ristono, MS dengan LSM (lembaga swadaya masyarakat) BEC (Borneo
Environmental Community) yang dipimpinnya, dirumuskannya bahwa Produksi (P)
tergantung pada Sumberdaya Alam (S), Sumberdaya Manusia (M), Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (T), Iman dan Taqwa (I), dan Keuangan (U). P menunjukkan
berbagai variasi hasil dalam satuan berat umbi basah cabutan per stek pada umur
6 - 9 bulan dengan berat 7 kg - 42 kg. Hasil cabutan 01 Juni 2009 di
Separi-1 diperoleh sampel seberat 29 kg sedangkan dari berbagai sampel cabutan
dengan umur antara 4 - 9 bulan memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur
empuk bahkan ada nuansa rasa ketan.
Berbagai jenis
makanan olahan dengan kualitas yang lebih bagus dapat diperoleh, antara lain
berupa keripik, gethuk, tape, bahan sayur pengganti kentang, dan kue yang
diberi nama Proll Tape. Tanaman pada umur 9 - 12 bulan mempunyai kadar pati
yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek namun kurang pas
untuk diolah langsung sebagai makanan olahan langsung jadi, karena seratnya
yang mulai mengeras. Singkong pada umur ini lebih tepat dupabrikasi menjadi
Tepung Tapioka (Kanji), Tepung Mokal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan
demikian Singkong Gajah memiliki nilai strategis secara nasional yang juga
memiliki potensi bahan ekspor sebagai bahan baku makanan dan minuman,
kesehatan, dan sumber bahan bakar nabati (bio-energi).
Prof. Dr.
Ristono, MS. Bersama Bambang Pranghutomo, Faisal Ahmad, dan Puji Astuti, bekerjasama
dengan Pemkot Balikpapan menggelar seminar bertopik Peluang Bisnis Bioetanol di
Kalimantan Timur. Kesempatan bagi BEC untuk memamerkan singkong gajah sebagai
bahan baku yang cocok dikembangkan di Kaltim. Pada waktu itu varietas
unggul dalam produksi di atas 100 ton per hektare.
Seminar ini
berujung pada antusiasme masyarakat yang cukup besar dengan meminta BEC untuk
menyebarkan bibit dan teknologi ke masyarakat luas. Tak hanya diminta secara
perorangan, namun banyak juga organisasi yang meminta mereka memberikan seminar
maupun berdiskusi.
“Kata orang, kesempatan tidak datang dua
kali,” tutur Ristono yang menjabat sebagai ketua umum BEC. Kini, BEC memiliki
banyak koleksi singkong unggulan yang diberi nama oleh BEC sebagai Singkong
Gajah. Keunggulan varietas ini terletak pada berat umbi, kemudahan penanaman,
bisa langsung dikonsumsi sebagai bahan makanan pengganti beras dengan rasa
ketan, dan umur panen yang hanya memakan waktu 6 hingga 9 bulan. Benih singkong
gajah kini telah tersebar dan dikembangkan oleh BEC di 8 kabupaten kota di
Kaltim, seperti Samarinda, Balikpapan, Penajam Paser Utara, Paser, Kutai
Kartanegara, Tarakan, Malinau, dan Nunukan.
“Jika ada kabupaten kota lainnya yang mau
bekerjasama dengan kami, tentu kami siap membantu menjelaskan dari proses
penanaman hingga pemanenan,” terang pria yang kini telah berusia 59 tahun
ini.
Singkong Gajah
yang dikelola dengan baik akan mampu memberikan solusi tentang kemiskinan,
pengangguran, tindakan anarkis, moral spiritual dan ketahanan pangan. Produktivitas
tinggi akan bisa dicapai melalui program kursus dan pelatihan sehingga berbagai
produk riset, pengembangan dan motivasi akan terus menerus mendampingi
karateristik Singkong Gajah yang potensial menuju ke arah yang lebih baik.
Karakteristik
Singkong Gajah secara fisik menunjukkan bahwa system perakarannya memungkinkan
bisa menyerap (menahan) air sehingga sangat berguna bagi keperluan system
irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang, cabang dan daun
di mana tinggi tanaman bisa mencapai 5 meter dan percabangan bertingkat
mempunyai potensi dalam pengendalian penyerapan CO2, dengan demikian besar
peranannya bagi perbaikan ekosistem. Kandungan sianida yang relative rendah
pada umbinya terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak,
misalnya ayam, kambing, dan sapi tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak
tersebut, hal itu juga terlihat pada umbinya. karakteristik semacam ini
mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya.
Sehubungan
dengan kondisi iklim di Kalimantan Timur yang sulit diperkirakan perbedaan
antara musim penghujan dan kemarau, maka penanaman Singkong Gajah maupun masa
panen di Kaltim dapat dilakukan setiap saat dengan tehnik siklus penanaman yang
benar. Dengan demikian penyediaan bahan baku untuk industri berbasis Singkong
Gajah dapat dilakukan setiap saat dengan rotasi tahunan tanpa memandang hari
maupun bulan dengan luasan areal yang besar tersedia.
Prof. Dr.
Ristono, MS. Melakukan pencarian benih singkong dengan mendatangi desa bekas
lokasi transmigrasi, seperti Rantau Pulung, Marang Kayu, Manggar, Anggana,
Sepaku, serta di Pasir. Pengamatan pertumbuhan benih serta pembesaran umbi
dilakukan sejak umur 4 bulan hingga 9 bulan. Dari hasil pengamatan pria yang
pernah menjadi pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unmul
ini, pada tahun 2007, dia menemukan satu varietas unggulan yang dinamakan
singkong gajah. Benih ini kemudian diujicobakan ke masyarakat di Desa Bukit
Parianan, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Juga
ditanam di Desa Lamaru Balikpapan, Desa Sepaku Penajam Paser Utara, Berau,
Malinau, Paser, dan di Universitas Borneo Tarakan. Upaya memanfaatkan hasil
pengamatan bersama Borneo Environmental Community (BEC) ternyata tak semulus yang
dibayangkan. Banyak kendala dalam pengembangan singkong gajah. “Modal
yang diperlukan cukup besar, khususnya untuk pembukaan dan penyiapan lahan,
serta pembelian bibit, pupuk, pemeliharaan, dan pasca panen. Per hektarenya
diperlukan dana Rp 10 juta hingga Rp 20 juta,” papar Ristono.
Namun dilihat
dari hasil panen yang akan didapat, hasilnya sangat memuaskan. Berat umbi
singkong gajah rrerata saat berumur 4 bulan hingga 9 bulan berkisar antara 15
hingga 46 kilogram. Sedangkan berat umbi singkong biasa untuk masa tanam yang
sama, umumnya hanya 2 hingga 5 kilogram,” jelas alumni Universitas Tokyo,
Jepang ini membandingkan singkong gajah dengan singkong biasa. Pengalaman
menunjukkan bahwa jika singkong gajah ditanaman dengan jarak 1 meter pada luas
lahan 1 hektar, berat rerata umbi untuk 1 cabutan batang adalah 20 kg. Bila
ditanam dengan jarak 1,5 – 2 meter, berat umbi dapat mencapai 35 hingga 40 kg
per batangnya. Dengan nilai jual di pasaran saat ini berkisar Rp. 2.000,-
hingga Rp. 4.000 per kilogram, maka pendapatan yang diperoleh berkisar antara
Rp. 100.000.000,- hingga Rp. 200.000.000,- per hektar. Hitung-hitungan terjelek
dengan harga Rp. 1.000,- per kilo pada saat panen raya, maka hasil yang didapat
adalah 20 kg x 10.000 batang x Rp. 1.000,- = Rp. 200.000.000,-. Sungguh sangat
menjanjikan, karena dengan modal Rp. 20.000.000,- seorang petani singkong gajah
dapat memperoleh pendapatan hingga hingga Rp. 200.000.000,- dalam waktu 9
bulan.
Sumber Bioenergi Alternatif
Sudah banyak
penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan sumber bahan bakar
alternatif. Dari sekian banyak peneliti, Prof Ristono menjadi salah satu ahli
yang konsen dalam pencarian sumberdaya alam (SDA) yang dapat digunakan menjadi
BBM. Apalagi setelah pelaksanaan konferensi lingkungan dunia di Bali dan
pertemuan pemimpin dunia yang dikenal dengan G7 di Hokaido, yang membahas
tentang bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi dan batu bara. Maka, pria
kelahiran Sragen, Jawa Tengah, ini menjadikan singkong sebagai tanaman
penyelamat energi dunia karena dapat diubah menjadi etanol atau alkohol.
Senyawa kimia yang umumnya dikenal sebagai bahan pembuat minuman keras
(beralkohol). Sisi positifnya, senyawa ini dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Hal inilah yang membuat Ristono, sejak tahun 2006, hanya berkonsentrasi
meneliti jenis tanaman singkong (ubi kayu) sebagai sumber energi alternatif.
Meskipun sejak tahun 1992, ia telah mengumpulkan benih singkong di Kaltim,
tetapi saat itu belum melakukan penelitian kegunaan singkong sebagai bahan bakar
alternatif. Saat itu, dirinya hanya konsen melakukan penelitian tentang
singkong sebagai bahan perekat briket batu bara, bioetanol pengganti alkohol,
serta ketahanan pangan dan energi.
Singkong
sebagai bahan baku nabati (BBN) dapat diolah menjadi bioetanol pengganti
premium. Pati yang terdapat di dalam singkong merupakan senyawa karbohidrat
yang dapat diubah menjadi glukosa dengan bantuan cendawan Aspergillus sp.
Setelah menjadi gula baru diubah menjadi etanol melalui proses difermentasi.
Tahapan pembuatan bioetanol berbahan dasar singkong, dengan cara mengupas
singkong kemudian dipotong kecil kemudian mengawetkan singkong dengan cara
dikeringkan hingga kadar air 6 persen (gaplek). Setelah itu, gaplek dimasukkan
ke dalam tangki berkapasitas 120 liter sebanyak 25 kilogram. Selanjutnya
ditambahkan air hingga mencapai volume 100 liter dan dipanaskan hingga suhu
mencapai 100 derajat celsius dan diaduk selama 30 menit sampai mengental.
Bubur gaplek
kemudian dimasukkan kedalam tangki skarifikasi (proses penguraian pati menjadai
glukosa), kemudian dimasukkan cendawan Aspergillus sp sebagai pengurai setelah
bubur dalam keadaan dingin. Tiap 100 liter bubur pati diperlukan 10 liter
larutan cendawan Aspergillus sp atau 10 persen dari bubur. Setelah dua
jam air akan terpisah dari endapan gula kemudian difermentasi. Tangki
fermentasi ditutup rapat umtuk mencegah kontaminasi. Proses fermentasi secara
anaerob (tidak membutuhkan udara) pada suhu 28 derajat hingga 32 derajat.
Setelah 2 – 3
hari larutan pati berubah menjadi 3 lapisan, yaitu, lapisan terbawah berupa
endapan protein, lapisan tengah air dan lapisan teratas etanol. Hasil
fermentasi disebut bir yang mengandung 6 – 12 % etanol. Bir kemudian disedot
dan dipisahkan dari endapan protein dengan disaring. Bir kemudian disuling
(destilasi) untuk memisahkan etanol dari air pada suhu 78 derajat celsius. Dari
penyulingan dihasilkan etanol 95 persen. Untuk dapat larut dalam bensin
diperlukan etanol 99 persen (etanol kering) sehingga dilakukan destilasi
absorbent dengan cara etanol kering dipanaskan pada suhu 100 derajat selsius
dan dihasilkan 10 liter etanol kering.
Akibat dari
penurunan produksi minyak bumi dan kenaikan harga minyak dunia yang semakin
tinggi membuat banyak negara maju dan berkembang yang berusaha mencari sumber
energi terbarukan berbahan dasar nabati seperti misalnya Bio Diesel dan Bio
Ethanol. Beberapa Negara di Brasil, Amerika Serikat, Kanada. Uni Eropa
dan Australia sudah menggunakan campuran 63% etanol dan 37% bensin.Walaupun
beberapa negara maju telah meneliti kemungkinan menghasilkan biofuel dari bahan
non-pangan namun dengan tersedianya teknologi pengolahan yang murah dan bahan
baku pangan yang melimpah saat ini tentu saja para pelaku industri biofuel
tidak akan membuang – buang waktu untuk menunggu realisasi dari penelitian
tersebut.Dengan demikian maka secara otomatis kebutuhan akan bahan baku juga
akan terdongkrak yang dapat berakibat terjadinya persaingan antara produsen
bahan bakar dengan produsen bahan pangan dan ini tentu akan menyebakan kenaikan
harga bahan pangan seperti yang telah terjadi pada Jagung, Gandum, CPO dan juga
Singkong.
Indonesia
sebagai negara agraris seharusnya dapat memanfaatkan momentum saat ini untuk
mulai menggalakkan lagi sektor industri pertaniannya mengingat tingkat kesuburan
tanah dan ketersediaan lahan yang sangat besar serta didukung pula oleh sektor
tenaga kerja yang melimpah. UNIDO (UN Industrial Development Organization)
sudah sejak awal tahun 1980-an menerbitkan beberapa laporan tentang potensi
singkong atau ubi kayu atau manioc, terutama di negara berkembang seperti di
Indonesia yang memiliki lahan luas dan subur karena permintaan pasar produk
singkong tersebut dalam berbagai bentuk, mulai dari bahan mentah, gaplek,
tepung gaplek, tepung tapioka dan tentu saja sebagai bahan baku ethanol sangat
tinggi. Singkong cukup potensial untuk dikembangkan karena singkong merupakan
tanaman yang sudah sangat dikenal oleh petani dan dapat ditanam dengan mudah.
Singkong juga merupakan tanaman yang sangat fleksibel dalam usaha tani dan umur
panen. Lahan untuk tanaman singkong tidak harus khusus, dan tidak memerlukan
penggarapan intensif seperti halnya untuk tanaman hortikultura lainnya, misal
sayuran. Ada lebih dari 30 jenis umbi-umbian yang biasa ditanam dan dikonsumsi
rakyat Indonesia. Dibandingkan dengan padi, membudidayakan umbi-umbian itu jauh
lebih mudah dan murah. Sebagai contoh, menanam ubi kayu secara intensif
membutuhkan biaya hanya sepertiga dari biaya budidaya padi. Di sisi lain,
kandungan karbohidrat umbi-umbian juga setara dengan beras.Umbi-umbian itu
kemudian dapat diproses menjadi tepung. Dalam bentuk tepung, umbi-umbian dapat
difortifikasi dengan berbagai zat gizi yang diinginkan. Bentuk tepung juga
mempermudah dan memperlama penyimpanan hingga dapat tahan berbulan-bulan,
bahkan hingga tahunan. Selain itu, dalam bentuk tepung akan mempermudah
pengguna mengolahnya menjadi berbagai jenis makanan siap saji dan
menyesuaikannya dengan selera yang disukai.Teknologi pengolahan umbi-umbian
menjadi tepung sangat sederhana dan murah. Dengan teknologi itu, usaha skala
kecil-menengah mampu menghasilkan tepung dengan kualitas yang tidak kalah bagus
dibandingkan tepung terigu yang diproduksi perusahaan besar.
Analisa SWOT
STRENGH (Kekuatan)
- Tanaman singkong merupakan tanaman yang dapat dikatakan tidak memerlukan perawatan khusus seperti halnya tanaman holtikultura lain seperti sayuran. Singkong juga tidak membutuhkan lahan khusus atau lahan yang spesifik bahkan singkong masih dapat tumbuh bahkan di daerah marginal walaupun dengan kompensasi produksi yang kurang maksimal.
- Kemudahan penanaman tadi juga didukung oleh kemudahan dalam memperoleh bibit, fleksibilitas dalam hal perawatan, pemupukan dan jenis lahan. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga hanya sebatas tenaga borongan, dalam artian tenaga kerja hanya dibutuhkan pada saat – saat tertentu seperti pada masa pengairan, pemupukan, penanaman dan panen. Hal ini tentu akan sangat menghemat biaya operasional
- Bibit singkong jenis unggul saat ini sangat mudah didapatkan. Untuk jenis singkong gajah dapat dibeli di daerah Kaltim.
- Return on Investment (ROI) untuk usaha budidaya singkong juga sangat tinggi. Statistik mencatat secara rata – rata ROI ada diatas angka 100 %, dengan mempertimbangkan suku bunga kredit sebesar 20 % per tahun maka kemungkinan untuk menggunakan kredit perbankan pun terbuka lebar.
- Tanaman singkong gajah dapat dibudidayakan secara tumpang sari dengan usaha pertanian lain, peternakan, dan perikanan. Dengan pola tumpang sari ini resiko untuk gagal total menjadi sangat kecil, selain juga petani berkesempatan melakukan diversifikasi usaha.
WEAKNESS (Kelemahan)
- Seperti yang telah diketahui, usaha agro kultur adalah usaha dimana return tidak dapat didapatkan dalam hitungan hari. Angka 1 tahun sebelum menikmati return adalah waktu yang sangat wajar terjadi di bidang agro kultur, namun angka ROI yang besar seharusnya dapat menutupi kelemahan dalam hal masa investasi.
- Singkong juga merupakan tanaman yang lama – kelamaan akan mengikis unsur hara pada lahan yang digunakan. Hal ini disebabkan karena ikut terangkatnya hara tanah pada saat panen. Solusi untuk hal ini telah dilakukan melalui penelitian berbagai institusi terkemuka dan didapatkan kesimpulan bahwa pengembalian tanah yang turut terangkat bersama umbi adalah salah satu cara mempertahankan kekayaaan tanah disamping tentu perlunya teknik dan program pemupukan dalam kerangka jangka panjang. Sistem pertanian organik walaupun lebih memakan biaya, namun menurut penelitian mampu menjaga unsur nutrisi tanah sehingga tanah tetap dalam kondisi subur dalam jangka panjang.
- Singkong segar merupakan barang yang mudah rusak sehingga dibutuhkan pengolahan awal seperti pemotongan (chip) dan pengeringan sebelum pengiriman ke pasar (kecuali untuk kebutuhan pasar tradisional).
OPPORTUNITY (Peluang)
- Kebutuhan pasar singkong yang selama ini didominasi oleh pabrikan tapioka sehingga menurunkan bargaining power petani singkong sudah berakhir dengan meluncurnya trend pengolahan biofuel berbahan dasar singkong yaitu ethanol.
- Perebutan bahan baku telah memicu kenaikan harga bahan baku di pasar singkong yang ditandai dengan kolapsnya beberapa pabrik pengolahan tapioka yang masih mempertahankan sistem purchasing gaya lama (mempermainkan harga di tingkat petani) karena tidak mendapatkan suplai bahan baku.
- Kenaikan harga hingga 50 % dan minimnya pasokan singkong telah membuat komoditas ini mengalami apresiasi dan kestabilan harga.
THREAT (Ancaman)
- Ancaman terbesar terhadap usaha budidaya dan agroindustri singkong terletak pada permainan harga di tingkat petani. Petani yang kurang mempunyai akses kepada informasi terkini tentang kondisi pasar tentu akan sangat mudah diprovokasi oleh tengkulak dan pengusaha.
- Ancaman hama terutama adalah babi hutan dan tikus yang termasuk sulit untuk dikendalikan. Sedangkan hama penyakit dan serangga pada tanaman singkong relatif sedikit dan dapat diatasi dengan sedikit pemakaian insektisida.
- Pemakaian sumur artesis ( bor ) juga dimaksudkan untuk mencegah residu pupuki kimia, pestisida dan herbisida yang berasal dari lahan sawah dan pertanian yang dewasa ini sangat boros dalam penggunaan pupuk dan pembasmi hama, biasanya banyak teraliri melalui saluran irigasi.
Penutup
Pengembangan
prakarsa kemandirian bangsa harus didorong dengan cara mengembangkan
berbagai potensi masyarakat, memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki
dan mengoptimalkan hasil – hasilnya sehingga berbagai upaya dimaksud harus
berujung dan bertumpu kepada kesejahteraan rakyat, dan kemakmuran daerah yang
bersangkutan, berdasarkan sendi – sendi keadilan dan pemerataaan.Salah satu
upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengembangan sektor AGROINDUSTRI,
yang memang sudah merupakan ciri utama dan mayoritas kehidupan masyarakat di
negara kita, dimana sebagian besar penduduknya bertempat tinggal di pedesaan
dengan hidup mengandalkan dari sektor pertanian dan dapat mengoptimalkan lahan
– lahan yang belum maksimal produksi sehingga apabila kegiatan – kegiatan
tersebut tumbuh kembangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya, akan
diperoleh beberapa keuntungan yaitu: (1) Menurunkan angka Urbanisasi, (2)
Terbukanya lapangan kerja baru di daerah asal, (3) Termanfaatkannya lahan –
lahan yang belum optimal produksi, (4) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat
petani, (5) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, (6) Optimalisasi lahan – lahan
yang belum diolah dan dalam rangka membangun agro bisnis dan agro industri yang
terintegrasi sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah, dimana didalamnya
memuat aspek pemanfaatan lahan tidur secara optimal guna meningkatkan
prouktivitas pertanian.
Ristono, Temukan Varietas Singkong Berukuran Jumbo
Prestasi baru di dunia
tanaman pangan kembali terjadi. Setelah ditemukannya varietas benih padi yang mampu tandingi padi hibrida dari segi produktivitas dengan markas riset di
Lampung, kini hadir varietas singkong berukuran jumbo yang ditemukan seorang
profesor asal Samarinda, Kalimantan Timur.
Profesor Dr Ristono MS,
mantan dosen di Universitas Mulawarman, yang sukses menemukan varietas singkong
jumbo tersebut. Julukan “jumbo” pada singkong temuannya itu tak berlebihan
mengingat ukurannya yang super besar dibanding singkong pada umumnya. Tengok saja
berat umbinya yang bisa mencapai 60 kg per pohon padahal singkong biasa per
pohon hanya berumbi maksimal seberat 3 kg.
Penelitian singkong yang juga
terkenal dengan sebutan singkong gajah ini memakan waktu relatif lama. Profesor
Ristono menghabiskan waktu sekitar 10 tahun, dari tahun 1992 sampai 2002,
dengan melakukan serangkaian percobaan seperti pencangkokan singkong lokal
dengan singkong karet. Setelah sukses bereksperimen, singkong berukuran jumbo
dengan varietas yang layak untuk dikonsumsi pun ditemukannya.
Menurut profesor Ristono yang
juga berprofesi sebagai Guru Besar STT Migas Balikpapan, cara tanam singkong
yang varietasnya hanya bisa dijumpai di Kalimantan Timur ini tergolong mudah.
Dengan sistem stek, yakni memotong batang singkong lalu menanamnya ke tanah yang gembur, pun bisa tumbuh. Hasil dari cocok tanam seperti itu menghasilkan panen berbeda
kualitas dengan yang hasil tanam melalui proses okulasi atau pencangkokkan.
Bertekad membudidayakan
singkong gajah ini, prof Ristono menggandeng LSM Borneo Environment Community
(BEC), menggarap lahan seluas 2 hektare untuk budi daya singkong gajah di
daerah Barambai, Sempaja Utara. Upaya untuk terus membudi daya singkong jumbo
itu juga dilakukannya di daerah lain yang meliputi Desa Bukit Parianan,
Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Desa Lamaru
Balikpapan, Desa Sepaku Penajam Paser Utara, Berau, Malinau, Paser serta Universitas
Borneo Tarakan.
Profesor Ristono
mengungkapkan, modal yang dibutuhkan untuk membudi daya singkong gajah ini
relatif besar. Lulusan Universitas Tokyo, Jepang, itu menuturkan, diperlukan
dana antara Rp10 juta sampai Rp20 juta per hektarenya guna pembukaan dan
penyiapan lahan, pembelian bibit, pupuk, pemeliharaan dan biaya lain
pascapanen. Namun modal yang besar itu sepadan dengan panen yang diperoleh.
Profesor Ristono menjelaskan, saat singkong gajah berusia 4-9 bulan, beratnya
bekisar 15-46 kg. Dibandingkan dengan singkong biasa dengan masa tanam yang
sama, yakni 2-5 kg, singkong gajah tentu lebih unggul.
Selain unggul dalam bidang
berat, singkong jumbo juga mempunyai keunggulan di bidang cita rasa dan daya
tahan terhadap serangan hama. Singkong gajah ini dinilai mengandung cita rasa
yang lebih gurih dan teksturnya pun juga lebih lunak dibanding singkong biasa.
Lalu, apakah singkong “raksasa” ini mempunyai nilai ekonomis sebagai salah satu
produk komoditas?
Sebagai penghitungan kasar,
bila singkong gajah ditanam dengan jarak 1 meter pada luas lahan 1 hektare,
berat rata-rata umbi untuk 1 cabutan batang adalah 20 kg. Bila ditanam dengan
jarak 1,5-2 meter, berat umbi bisa mencapai 35 hingga 40 kg per batangnya.
Dengan nilai jual di pasaran sekitar Rp2.000-Rp4.000 per kg, maka pendapatan
yang diperoleh antara Rp100 juta hingga Rp200 juta per hektare.
Hitung-hitungan terburuknya,
dengan harga Rp1.000 per kg pada saat panen raya maka hasil yang didapat adalah
20 kg x 10 ribu batang x Rp1.000 = Rp200 juta. Sungguh sangat menjanjikan,
karena dengan modal Rp 20 juta, seorang petani singkong gajah dapat memperoleh
pendapatan Rp200 juta dalam waktu 9 bulan. Itu baru dari hasil penjualan
umbinya saja, belum dari produk-produk turunannya, atau pengolahan limbahnya.
Maka tidak menutup kemungkinan, bakal lahir miliarder-miliarder baru berkat
singkong temuan profesor Ristono ini.
Hasil Penelitian Singkong
Mutiara Umur 1 Bulan
Tanaman Singkong Mutiara umur 1
bulan mulai menarik untuk diteliti karena pertumbuhan benih terlihat hampir
merata dan mudah dibedakan benih mana yang berhasil tumbuh atau yang telah
mati.
Hal ini berbeda dengan tanaman
yang masih berumur 1 minggu, karena tanaman yang mati masih sulit terlihat.
Walaupun demikan, tanaman berumur 1 bulan telah diganggu gulma terutama oleh
rumput.
Tabel 1. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur
1 Bulan
No
|
Tinggi
Tanaman (cm)
|
Banyak
Calon Umbi
|
Panjang
Calon Umbi Rata-rata (cm)
|
Calon Umbi
terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
Per Umbi (Kg)
|
1
|
23
|
19
|
15
|
25
|
0,015
|
0,25
|
2
|
30
|
17
|
17
|
30
|
0,020
|
0,30
|
3
|
26
|
16
|
19
|
23
|
0,015
|
0,22
|
4
|
26
|
19
|
20
|
28
|
0,010
|
0,24
|
5
|
32
|
21
|
20
|
28
|
0,020
|
0,20
|
6
|
29
|
20
|
19
|
27
|
0,020
|
0,24
|
7
|
32
|
20
|
17
|
28
|
0,015
|
0,25
|
8
|
37
|
17
|
17
|
29
|
0,020
|
0,24
|
9
|
33
|
15
|
18
|
30
|
0,020
|
0,25
|
10
|
27
|
17
|
19
|
26
|
0,020
|
0,27
|
2,46
|
Pada tabel 1 diatas, tanaman
diatas pada umur 30 hari menunjukan pertumbuhan yang hampir seragam yaitu pucuk
daun berwarna merah kecoklatan dan dibagian bawah menunjukkan hijau gelap.
Tinggi tanaman rata-rata 30 hari ini adalah 28,5 cm. Dilokasi lain dengan
kesuburan tanah yang cukup tinggi dan benih yang akan ditanam direndam selama
12 jam dengan larutan pupuk Hayati menghasilkan tinggi tanaman yang lebih maju
yaitu sekitar 0,5 meter. Mengingat umur tanaman yang masih sangat muda maka
calon umbi masih berupa akar dan masih sulit untuk di ukur panjang umbi serta
beratnya, namun tinggi rata-rata sekitar 28,5 cm dan total berat rata-rata 0,25
kg. Walaupun demikian banyaknya akar yang menjadi calon umbi sudah terlihat dan
dapat dihitung.
Hasil Penelitian Singkong
Mutiara Umur 1 Bulan
Singkong mutiara pada umur 2
bulan dan yang terpelihara dengan baik telah menunjukkan “Prestasinya” dengan
tanaman yang tingginya diatas 50 cm. bahkan pada tanah yang berhumus yang
gembur dan subur tanaman pada umur ini bisa mencapai diatas 100 cm
Tabel 2. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 2 Bulan
No
|
Tinggi (cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Berat Umbi
Satu Pohon (Kg)
|
1
|
49
|
20
|
21
|
43
|
0,15
|
1,9
|
2
|
48
|
19
|
18
|
34
|
0,15
|
1,5
|
3
|
54
|
16
|
19
|
27
|
0,10
|
1,6
|
4
|
44
|
18
|
21
|
30
|
0,15
|
1,8
|
5
|
54
|
20
|
17
|
33
|
0,20
|
2,3
|
6
|
49
|
18
|
18
|
34
|
0,15
|
2,0
|
7
|
52
|
19
|
22
|
32
|
0,20
|
2,5
|
8
|
49
|
21
|
20
|
38
|
0,15
|
2,1
|
9
|
57
|
22
|
19
|
40
|
0,20
|
2,5
|
10
|
48
|
17
|
25
|
34
|
0,20
|
1,6
|
19,8
|
Pada umur 60 hari tanaman
rata-rata mencapai 50,4 cm dan berat umbi rata-rata 1,98 kg. Data ini
menunjukkan bahwa ada peningkatan tinggi rata-rata tanaman dari sample plot 1
yaitu 28,5 cm ke plot 2 menjadi 50,4 cm, total berat rata-rata perpohon dari
0,252 kg menjadi 1,98 kg. Perubahan mulai berfungsinya mengandung unsur-unsur
mikro dan makro yang dikandung dalam tanah serta sistem perakaran singkong
mutiara yang mulai berfungsi untuk pertumbuhan khususnya pada tinggi tanaman
karena daun-daunnya mulai banyak dan lengkap dengan satu unit daun dengan satu
tangkai mulai memiliki 7 – 9 helai daun dengan bentuk jari hal ini sangat
berbeda dengan tanaman umur 1 bulan dimana akan masih kecil dan pendek serta
jumlah helai daun pertangkai mulai 3 sampai dengan 5 helai.
Umur tanaman 2 bulan memerlukan
penanganan lebih serius dibanding 1 bulan sebelum dan sesudahnya pemeliharaan
tanaman dilakukan karena pada umumnya rerumputan menjadi persaingan bagi
singkong mutiara ini. Demikian pula karena unsur hara di dalam tanah sudah
diperebutkan oleh tanaman utama dan tanaman pengganggu maka tambahan pupuk
sangat diperlukan.
Pada usia tanaman 2 bulan
dilakukan penyiangan sekaligus pemupukannya. Pupuk yang sebaiknya diberikan
adalah pupuk kandang dan pupuk hayati agar pertumbuhan 2 bulan berikutnya yaitu
umur tanaman mencapai 4 bulan menjadi semakin cepat sehingga umbi menjadi
semakin besar, panjang dan berat.
Gambar diatas memperlihatkan
proses penelitian umbi umur 2 bulan pada lahan tandus. Dibakar selama 15 menit
dapat langsung dimakan, rasa manis, tekstur empur dan warna titik hal ini
menunjukkan bahwa umbi umur ini telah layak dikonsumsi langsung, dengan
dibakar, direbus maupun digoreng. Dari informasi ini sangatlah jelas bahwa
tanaman ini potensial dalam menanggulangi bahaya kelaparan apabila banyak
terjadi gagal panen pada tempat-tempat indsutri pertanian bahan makanan akibat
perubahan iklim global yang mengakibatkan banjir dan kekeringan.
Hasil Penelitian Singkong
Mutiara Umur 3 Bulan
Semestinya, tanaman singkong
mutiara setelah berumur 3 bulan akan mengalami peningkatan-peningkatan yang
menyolok dibandingkan ketika berumur 2 bulan. Data mengenai sample pada umur
ini disajikan pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur
3 Bulan
No
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi Rata-rata (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
Umbi Satu Pohon (Kg)
|
1
|
129
|
15
|
23
|
34
|
0,35
|
4,4
|
2
|
120
|
18
|
24
|
39
|
0,25
|
3,8
|
3
|
110
|
21
|
27
|
45
|
0,25
|
3,7
|
4
|
133
|
20
|
24
|
39
|
0,30
|
4,4
|
5
|
136
|
18
|
18
|
41
|
0,20
|
3,4
|
6
|
128
|
17
|
23
|
38
|
0,25
|
3,0
|
7
|
127
|
18
|
18
|
44
|
0,20
|
3,2
|
8
|
133
|
21
|
22
|
40
|
0,20
|
3,9
|
9
|
112
|
20
|
22
|
37
|
0,25
|
4,2
|
10
|
130
|
19
|
18
|
40
|
0,25
|
3,8
|
37,8
|
Pada umur 90 hari tinggi tanaman
rata-rata mencapai 144,8 cm dan berat umbi rata-rata 4,82 kg. Plot tanaman
singkong mutiara yang mulai tampak hijau rimbun menyegarkan membuat rerumputan
di bawah rimbunan ini tidak mampu bersaing secara normal yaitu dibanding pada
umur 1 – 2 bulan. Hal ini dipengaruhi dari penyiangan rumput yang dilakukan
pada umur 2 bulan serta pemupukan yang langsung dapat diserap oleh perkara
singkong. Dengan ketersediaan pada tanah yang gembur yang memungkinkan
mengandung banyak air.
Tabel 4. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur
4 Bulan
No
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
Umbi Satu Pohon (Kg)
|
1
|
178
|
17
|
17
|
62
|
0,8
|
7,2
|
2
|
144
|
13
|
16
|
51
|
0,9
|
5,8
|
3
|
182
|
15
|
18
|
59
|
0,8
|
6,1
|
4
|
166
|
17
|
13
|
46
|
0,9
|
5,4
|
5
|
155
|
21
|
19
|
60
|
1,0
|
5,7
|
6
|
149
|
14
|
17
|
55
|
1,1
|
5,8
|
7
|
162
|
20
|
16
|
58
|
1,0
|
5,3
|
8
|
160
|
16
|
15
|
55
|
0,9
|
4,9
|
9
|
172
|
21
|
18
|
52
|
1,0
|
5,6
|
10
|
170
|
17
|
17
|
63
|
0,7
|
5,8
|
57,6
|
Data dari satu batang cabutan
tanaman singkong mutiara dengan pangkal pohon dua buah. Cabutan singkong usia
muda ini tampak pada warna batang yang masih hijau karena pada usia tua yaitu 8
bulan keatas warna batang menjadi kecoklatan. Gerombolan singkong yang padat
tersebut memperlihatkan dibagian atas lebih besar daripada bagian bawah atau
tengah. Hal ini menunjukkan bahwa adu kuat antara umbi yang menjadi pemenangnya
adalah bagian luar atau yang langsung dekat denagan permukaan tanah. Terlihat
pula pada gambar diatas menjadi tumpukan umbi sehingga banyak umbi pada
singkong muitara ini lebih banyak dari pada singkong pada umumnya yang biasanya
hanya 5 – 10 umbi per batang.
Tanaman singkong mutiara tersebut
telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup positif karena tinggi tanaman yang
setinggi tubuh manusia dewasa telah memberikan buah yang layak jual dan telah
bernilai ekonomi. Pada waktu pencabutan tanaman di plot ini tumbuhan masih
dalam keadaan sehat dalam daun-daun belum ada yang mulai menguning dan bahkan
warna batangnya masih terlihat keputihan (pada umur 0 bulan, warna batang pohon
merah kecoklatan).\
Pada umur 4 bulan singkong
mutiara yang dipanen guna penelitian ini memberikan data panjang umbi rata-rata
16,6 cm. sedangkan untuk umbi terpanjang rata-rata 56,1 cm dan yang terpanjang
sesungguhnya mencapai 63 cm. Hal ini menunjukkan bahwa produk umbi masih
mempunyai peluang untuk meningkat. Oleh karena itu, pada umur ini sebaiknya
dilakukan pemupukan, penyiangan dan perbaikan bedeng agar umbi tertutup oleh
tanah sehingga mampu memanjang, membesar (diamter bertambah) dan bertambah
berat. Pada tanaman yang dibagian pangkal batang pohon (bonggol) mencapai
diamter lebih dari 5 cm biasanya tanah disekitar bonggol tersebut mulai
merekah. Untuk itulah perbaikan gundukan tanah disekitar bonggol tersebut harus
ditambah atau ditinggikan. Untuk memperbesar produktifitas lahan dengan satuan
Ton/Ha pada umur ini diberikan pupuk NPK masing-masing pohon sekitar 30 gram
atau 2 sendok makan.
Hasil Penelitian Singkong
Mutiara Umur 5 Bulan
Dibawah ini memperlihatkan satu
cabutan singkong mutiara umur 5 bulan yang mewakili data hasil peneliti di
KUKAR apabila tanaman ini dipanen maka kemungkinan penjualan umbi basah untuk
bahan makanan langsung dikonsumsi seperti dibakar, direbus dan digoreng sangat
cocok karena rasanya yang enak dan penampilan singkong tidak terlalu besar.
Kondisi pasar di daerah misalnya di Kota Balikpapan atau kota Samarinda masih
dipengaruhi oleh penampilan singkong yang masih umum yaitu untuk 1 kg singkong
memuat 2 – 5 batang umbi. Ini berarti bahwa singkong relatif kecil dan pendek.
Sedangkan singkong mutiara pada umunya panen lebih dari 10 bulan untuk satu.
Tabel 5. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur
5 Bulan
No
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
Umbi (Kg)
|
1
|
203
|
19
|
19
|
50
|
0,85
|
7,9
|
2
|
190
|
14
|
20
|
45
|
0,90
|
9,0
|
3
|
179
|
21
|
18
|
55
|
0,80
|
8,8
|
4
|
205
|
18
|
18
|
54
|
1,20
|
10,9
|
5
|
210
|
16
|
16
|
47
|
1,25
|
10,4
|
6
|
180
|
20
|
18
|
60
|
0,90
|
9,2
|
7
|
187
|
20
|
17
|
48
|
1,10
|
7,7
|
8
|
190
|
18
|
20
|
45
|
1,30
|
9,1
|
9
|
165
|
19
|
21
|
45
|
0,95
|
8,5
|
10
|
179
|
19
|
22
|
49
|
1,50
|
11,0
|
92,5
|
Hasil hitungan dari data pada
tabel 5, menunjukkan bahwa pada umur 150 hari tinggi penanaman rata-rata
mencapai 188,8 cm dan berat umbi rata-rata 9,25 kg. Tinggi minimum 165 cm dan
maksimum 205 cm mengindikasikan bahwa pertumbuhan tanaman untuk tinggi pohon
positif. Observasi pada fisik tumbuhan menunjukkan bahwa pohon yang tingginya
dibawah rata-rata ternyata telah bercabang tiga sedangkan yang lainnya masih
lurus dan belum bercabang.
Umbi berat 1,5 kg justru panjang
umbi hanya 49 cm sedangkan umbi terpanjang 60 cm beratnya hanya 0,9 kg. Hal ini
menunjukkan bahwa umbi menyesuaikan kondisi lahan dan sumber makanan yang dikonsentrasikan
untuk panjang dan beratnya atau keduanya. Dengan demikian tidaklah mengherankan
apabila ada umbi yang cukup berat namun pendek dan lainnya kecil namun panjang.
Dengan adanya kecenderungan banyaknya umbi mendekati 20 buah maka dapat
dipastikan bahwa pada tanaman singkong mutiara besar, panjang dan berat umbi
tidak seragam. Bahkan sering dijumpai adanya umbi yang sangat kecil dalam arti
bahwa secara visual umbi terlihat pendek, ramping, dan tidak berat yang berada
diantara umbi-umbi yang besar dan panjang.
Hasil Penelitian Singkong
Mutiara Umur 6 Bulan
Gambar diatas menunjukkan
seseorang petani menunjukkan hasil tanamannya singkong mutiara yang berumur 6
bulan yang terlihat optimis bahwa sejak saat itu ia akan memperoleh hasil
panennya. Bahkan ketika ia mau bersabar 3 – 4 bulan kedepan yaitu umur
tanamannya menjadi 9 – 10 bulan maka isi kantongnya akan semakin tebal.
Tabel 6. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur
6 Bulan
No
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
(Kg)
|
1
|
239
|
21
|
22
|
49
|
0,9
|
13,0
|
2
|
255
|
16
|
26
|
65
|
1,6
|
9,8
|
3
|
275
|
18
|
24
|
55
|
1,3
|
12,8
|
4
|
265
|
17
|
25
|
60
|
1,7
|
13,2
|
5
|
240
|
21
|
21
|
56
|
1,4
|
13,8
|
6
|
225
|
14
|
27
|
71
|
1,5
|
12,7
|
7
|
208
|
19
|
23
|
69
|
0,9
|
10,8
|
8
|
260
|
18
|
25
|
55
|
1,6
|
16,9
|
9
|
246
|
21
|
22
|
60
|
1,4
|
12,7
|
10
|
260
|
16
|
24
|
65
|
1,5
|
13,5
|
129,2
|
Perlakukan pada tanaman pada umur
6 bulan lebih mudah daripada sebelumnya karena pada umur ini apabila terlihat
rerumputan terlihat menggangu maka dilakukan pembersihan secara manual karena
biasanya rumput-rumput tersebut tidak terlalu lebat. Boleh pula dilakukan
tambahan pupuk hayati dan pupuk NPK per batang tanaman sebanyak 2 sendok makan.
Hitungan statistik deskriptif menghasilkan tinggi tanaman rata-rata 247,3 cm
dan total berat rata-rata 12,96 kg.
Hasil pada tanaman pada usia 6
bulan memungkinkan petani untuk memanen seluruh tanamannya untuk dijual pada
industri makanan jadi. Mengingat kondisi fisik tanaman pada umur ini masih
terlihat muda yaitu daunnya masih embun dan warna batang pohon belum
menunjukkan warna kecoklatan. Oleh karena itu panen masihbisa ditunda.
Nama singkong mutiara terlihat
mulai terdukung oleh data pada Tabel 6 diatas. Terlihat bahwa panjang umbi ada
yang mencapai 71 cm dan diameter umbi ini sudah mulai membesar yaitu sekitar 5
cm.
HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 6 BULAN DALAM 1 Ha
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-
Hitungan maksimal rata-rata
perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata
perpohon 12,92 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 6 bulan.
-
Untuk 10.000 pohon x dengan
hitungan rata-rata 12,92 Kg, maka hasil yang diperoleh = 120.920 Kg. (120,92
Ton)
-
Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang
diperoleh = 120.920 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 120.920.000,-
-
Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang
diperoleh = 120.960 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 181.440.000,-
Tabel 7. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 7 Bulan
No
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
(Kg)
|
1
|
265
|
17
|
25
|
43
|
1,2
|
12,9
|
2
|
260
|
20
|
25
|
44
|
1,4
|
13,4
|
3
|
280
|
20
|
26
|
39
|
1,8
|
13,3
|
4
|
255
|
19
|
30
|
35
|
1,2
|
13,9
|
5
|
310
|
13
|
28
|
49
|
1,7
|
17,7
|
6
|
265
|
13
|
25
|
54
|
2,0
|
14,8
|
7
|
270
|
14
|
26
|
45
|
2,2
|
16,9
|
8
|
285
|
19
|
28
|
47
|
1,9
|
16,5
|
9
|
258
|
20
|
29
|
69
|
1,7
|
13,9
|
10
|
297
|
22
|
28
|
75
|
1,8
|
12,9
|
146,2
|
Berdasarkan Tabel 7 diatas tinggi
tanaman rata-rata mencapai 274 cm dan berat umbi rata-rata 14,62 Kg. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman cukup dewasa dan hasilnya semakin memuaskan karena
penampilan singkong mutiara ini semakin menarik perhatian. Dalam umur 7 bulan,
tanaman ini ada yang tingginya 297 cm dan panjang umbinya ada yang mencapai 75
cm. Data diatas menunjukkan bahwa total berat rata-rata per pohon diatas 10 Kg.
Banyaknya umbi per pohon yaitu
minimal 13 dan maksimal 22 buah dengan nilai rata-rata 18 buah. Dengan demikian
singkong mutiara ini termasuk kedalam katagori singkong mutiara yaitu singkong
yang banyak umbinya dalam satu batang/ stek. Kegenjahan tanaman inilah yang
memungkinkan mempertinggi total berat
Tabel 8. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 8 Bulan
No
|
Tinggi Tanaman
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat
|
Total Berat
(Kg)
|
1
|
310
|
16
|
34
|
78
|
1,4
|
15,3
|
2
|
290
|
16
|
40
|
67
|
1,7
|
16,7
|
3
|
286
|
18
|
39
|
79
|
1,4
|
17,4
|
4
|
305
|
17
|
44
|
80
|
1,5
|
17,2
|
5
|
295
|
13
|
39
|
75
|
1,6
|
15,9
|
6
|
297
|
14
|
41
|
88
|
1,2
|
11,8
|
7
|
305
|
19
|
37
|
65
|
1,3
|
21,8
|
8
|
302
|
16
|
42
|
67
|
1,5
|
16,9
|
9
|
299
|
20
|
43
|
77
|
1,6
|
15,8
|
10
|
287
|
19
|
39
|
75
|
1,6
|
19,2
|
168
|
Hasil Penelitian Singkong
Mutiara Umur 9 Bulan
Seperti
halnya deskripsi untuk tanaman Singkong Mutiara umur 8 bulan, maka pada umur
ini tidak jauh berbeda. Perbedaan secara kuantitatif cenderung pada naiknya
produktivitas tumbuhan yang memungkinkan hasil panen yang lebih meningkat.
Peningkatan tersebut menyolok dengan membandingkan pada berat total umbi di
bawah 20 kg pada umur 8 bulan meningkat menjadi diatas 20 kg.
HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 8 BULAN DALAM 1 Ha
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-
Hitungan maksimal rata-rata
perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata
perpohon 16,8 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 8 bulan.
-
Untuk 10.000 pohon x dengan
hitungan rata-rata 16,8 Kg, maka hasil yang diperoleh = 10.000 Kg – pohon x
16,8 kg = 168.000 Kg (168 Ton)
-
Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang
diperoleh = 168.000 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 168.000.000,-
-
Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang
diperoleh = 168.000 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 225.000.000,-
Note: Seandainya ubi tersebut
diolah sendiri dijadikan kerupuk, tapai, opak., Tepung tapioka hasilnya lebih
meningkat dari sebelumnya.
Tabel 9. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 9 Bulan
No
|
Tinggi Pohon
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat
|
Total Berat
(Kg)
|
1
|
375
|
20
|
47
|
70
|
2,3
|
19,7
|
2
|
299
|
17
|
38
|
58
|
2,1
|
18,2
|
3
|
309
|
19
|
35
|
60
|
1,2
|
21,0
|
4
|
305
|
13
|
37
|
75
|
1,4
|
17,8
|
5
|
380
|
18
|
46
|
59
|
2,4
|
25,5
|
6
|
355
|
21
|
36
|
65
|
1,8
|
19,0
|
7
|
340
|
18
|
49
|
60
|
1,9
|
22,9
|
8
|
330
|
19
|
35
|
55
|
2,0
|
18,6
|
9
|
325
|
22
|
46
|
65
|
1,6
|
17,7
|
10
|
362
|
19
|
33
|
68
|
1,8
|
19,7
|
200,1
|
Penelitian Singkong Mutiara pada
umur 270 hari ini menghasilkan tinggi tanaman rata-rata mencapai 326 cm dan
berat umbi rata-rata 20,01 kg. prestasi ini dapat dicapai buah dengan pajang
umbi rata-rata 42.3 cm dimana umbi terpanjang 63,5 cm dan berat umbi yang
terberat 1,85 kg. deskripsi ini menujukkan kepada kita bahwa pada umumnya dari
10 sampel cabutan pada penelitian ini umbi segar tersebut panjang dan besar.
HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 8 BULAN DALAM 1 Ha
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-
Hitungan maksimal rata-rata
perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata
perpohon 20,1 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 9 bulan.
-
Untuk 10.000 pohon x dengan
hitungan rata-rata 20,1 Kg, maka hasil yang diperoleh = 10.000 Kg – pohon x
20,01 kg = 200.000 Kg (200 Ton)
-
Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang
diperoleh = 200.000 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 200.000.000,-
-
Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang
diperoleh = 200.000 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 300.000.000,-
Umbi Singkong Mutira 10 Bulan
Penelitian pada tanaman Singkong
Mutiara yang disajikan dalam buku ini terbatas hingga 10 bulan. Pada kajian
lapangan yang dilakukan oleh tim peneliti di berbagai lokasi misalnya di
wilayah kota BalikPapan menyimpulkan bahwa tanaman umur 11 bulan masih
memungkinkan meningkat, namun dalam hal kwalitas rasa cenderung pada ang mulai
menurun. Oleh karena itu, sengaja membasi penelitian intnsif ini hingga umur
tanaman 10 bulan.
Tabel 10. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 10 Bulan
No
|
Tinggi Pohon
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
(Kg)
|
1
|
397
|
15
|
55
|
75
|
1,90
|
23,5
|
2
|
342
|
17
|
47
|
60
|
1,45
|
19,2
|
3
|
406
|
16
|
49
|
57
|
1,25
|
20,2
|
4
|
389
|
19
|
52
|
65
|
1,10
|
17,7
|
5
|
375
|
15
|
49
|
69
|
1,75
|
18,6
|
6
|
410
|
18
|
45
|
78
|
2,20
|
24,0
|
7
|
367
|
14
|
44
|
75
|
1,20
|
16,5
|
8
|
379
|
13
|
39
|
64
|
2,10
|
27,3
|
9
|
385
|
20
|
43
|
55
|
2,30
|
31,8
|
10
|
395
|
16
|
51
|
63
|
1,95
|
24,4
|
223,2
|
Perlakuan pada tanaman 10 bulan
hanyalah perlakuan menunggu “Panen Raya” sehingga yang dilakukan lebih banyak
pada penjagaan atau keamanan tanaman dan bukan lagi untuk meningkatkan
repoduksi. Hasil panen 300 hari ini memperlihatkan tinggi tanaman rata-rata
384,5 cm dan total berat rata-rata 22,23 kg. dengan kondisi seperti ini maka
penanaman Singkong Mutiara yang serius seperti yagn dilakukan selama hampir 1
tahun terhiung dari penyiapan lahan mampu menghasilkan produktivitas lahan
dengan hitungan pendekatan hasil akhir ini yaitu 6,000 pohon x 22,32 kg =
133,920 kg atau 133,92 ton.
HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 8 BULAN DALAM 1 Ha
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
-
1 Ha lahan : 10.000 M2
dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-
Hitungan maksimal rata-rata
perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata
perpohon 22,32 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 10 bulan.
-
Untuk 10.000 pohon x dengan
hitungan rata-rata 22,32 Kg, maka hasil yang diperoleh = 10.000 Kg – pohon x
22,32 kg = 223.000 Kg (222.2 Ton)
-
Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang
diperoleh = 232.000 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 223.200.000,-
-
Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang
diperoleh = 223.000 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 334.000.000,-
Selanjutnya, bilangan dari satu kolom
kekolom dalam satu baris ke baris lainnya dapat ditelaah yang meungkinkan
menghasilkan suatu pengetahuan.
Tabel 11. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 1 – 10
Bulan
No
|
Tinggi Pohon
(cm)
|
Banyak Umbi
|
Panjang
Umbi (cm)
|
Umbi
Terpanjang (cm)
|
Umbi
Terberat (Kg)
|
Total Berat
(Kg)
|
1
|
28,5
|
18
|
18,1
|
27,4
|
0,018
|
0,252
|
2
|
50,4
|
19
|
20,1
|
35,5
|
0,165
|
1,98
|
3
|
144,8
|
18
|
19,2
|
47,9
|
0,580
|
4,82
|
4
|
163,8
|
17
|
16,6
|
56,1
|
0,910
|
5,86
|
5
|
188,8
|
18
|
19,2
|
49,8
|
1,075
|
9,25
|
6
|
247,3
|
18
|
23,9
|
60,5
|
1,380
|
12,92
|
7
|
274,5
|
18
|
27,0
|
49,0
|
1,690
|
14,18
|
8
|
297,0
|
17
|
39,8
|
75,1
|
1,480
|
16,80
|
9
|
326,0
|
19
|
40,2
|
63,5
|
1,850
|
20,01
|
10
|
384,5
|
16
|
47,2
|
66,1
|
1,720
|
22,32
|
108,392
|
Tabel 11 di atas menunjukkan
adanya kecenderungan naiknya tinggi tanaman dan ebrat umbi dan yang relatif
konstan adalah banyaknya umbi rata-rata pertanaman. Kecendrungan dengan
bertambahnya umur tanaman maka semakin tinggi produktivitas Singkong Mutiara
sampai berumur 10 bulan. Dalam hal ini memberikan jaminan bahwa hingga umur ini
kwalitas umbi lebih bagus untuk pangan maupun energi. Adapun penelitian untuk
umur berikutnya untuk dilakukan tersendiri sebagai penelitian lanjut.
assalamualaikum saya tertarik dalam meneliti singkong dan mhn blh minta bahan2 apa saja yg digunakan dalam penelitian ini??misalnya berapa kg pupuk dll ,,terima ksh :) atau bisa email sy ke pratio20@gmail.com
BalasHapusTolong cari Pengusaha buka pabrik tapioka di Desa Miau Baru Kecamatan Kongbeng. email kadjan070262@gmail.com
BalasHapusTolong cari Pengusaha buka pabrik tapioka di Desa Miau Baru Kecamatan Kongbeng. email kadjan070262@gmail.com
BalasHapus