Jumat, 14 Maret 2014

BUDIDAYA SINGKONG GAJAH



Bayangkan jika minyak bumi, gas alam, dan batu bara di bumi Kalimantan sebagai sumber bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini digunakan menipis habis. Dipastikan kita semua bakal kelimpungan dan pusing tujuh keliling. Itulah yang menjadi dasar Prof. Dr. Ristono, MS. melakukan penelitian tentang bahan bakar alternatif terbaharukan di Kaltim. Sosok peneliti ini telah berjuang dengan ulet memasyarakatkan tanaman singkong gajah. Selain sebagai sumber makanan pokok alternative, singkong gajah sangat potensial dikembangkan sebagai sumber bioenergi masa depan sehingga memiliki nilai strategis lain yang sangat luar biasa. Selain itu, yang bersangkutan memiliki obsesi bahwa di wilayah perbatasan Kaltim dengan pertimbangan perlunya kemandirian wilayah, pembangunan yang berkelanjutan serta upaya melepaskan tekanan arus TKI di perkebunan-perkebunan karet Malaysia, Indonesia dapat membuka jutaan hektar kebon singkong di wilayah perbatasan. Dari aspek kesejahteraan, impian ini sangat logis. Sedangkan ditinjau dari aspek pertahanan, diharapkan tercipta ketahanan menyeluruh yang terkait dengan ketahanan pangan, energi dan social.

Berawal dari sebuah diskusi kecil membahas prospek pengembangan singkong gajah dalam rangka pemberdayaan masyarakat di wilayah perbatasan RI-Malaysia antara Guru Besar STT Migas Balikpapan Prof. Dr. Ristono, MS. Dengan Kasdam VI/Mlw Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya didampingi oleh Katopdam VI/Mlw Letkol Ctp Drs. Ibnu Fatah, M.Sc. di Ruang Tamu VIP Makodam VI/Mlw (Selasa, 4/1), Kodam VI/Mlw tengah menjajaki dan bertekad untuk memulai menanam singkong gajah di lahan-lahan milik TNI. Kegiatan ini, didasari pemikiran bahwa Kodam VI/Mlw harus mampu menjadi contoh nyata bagi upaya peningkatan kesejahteraan prajurit dan keluarganya serta bagi upaya pemberdayaan rakyat pada umumnya. Berikut ini artikel tentang singkong gajah sebagai bagian dari upaya sosialisasi agar didapatkan kesamaan visi dan persepsi seluruh warga Kodam VI/Mlw. Sebagian besar bahan tulisan didapatkan dari beberapa kali diskusi secara langsung dengan Prof. Dr. Ristono, MS. dan juga kompilasi dari berbagai sumber tulisan sekunder.


Sekilas Tanaman Singkong Gajah
   Singkong gajah adalah singkong varietas ”Asli” Kalimantan timur yang ditemukan oleh Prof. Dr. Ristono, MS dan dipublikasikan melalui Koran Lokal di Kalimantan Timur dan internet sejak tanggal 08 Juli 2008.  Sosialisai dan pengembangan dimulai tanggal 01 Juni 2009 dengan acara “Panen Raya dan Bazaar di Desa Bukit Pariaman (Separi-1) Kec. Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Menurut pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan oleh Prof. Dr. Ristono, MS dengan LSM (lembaga swadaya masyarakat) BEC (Borneo Environmental Community) yang dipimpinnya, dirumuskannya bahwa Produksi (P) tergantung pada Sumberdaya Alam (S), Sumberdaya Manusia (M), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (T), Iman dan Taqwa (I), dan Keuangan (U).  P menunjukkan berbagai variasi hasil dalam satuan berat umbi basah cabutan per stek pada umur 6 - 9 bulan dengan berat 7 kg - 42 kg.  Hasil cabutan 01 Juni 2009 di Separi-1 diperoleh sampel seberat 29 kg sedangkan dari berbagai sampel cabutan dengan umur antara 4 - 9 bulan memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa rasa ketan.
Berbagai jenis makanan olahan dengan kualitas yang lebih bagus dapat diperoleh, antara lain berupa keripik, gethuk, tape, bahan sayur pengganti kentang, dan kue yang diberi nama Proll Tape. Tanaman pada umur 9 - 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek namun kurang pas untuk diolah langsung sebagai makanan olahan langsung jadi, karena seratnya yang mulai mengeras. Singkong pada umur ini lebih tepat dupabrikasi menjadi Tepung Tapioka (Kanji), Tepung Mokal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah memiliki nilai strategis secara nasional yang juga memiliki potensi bahan ekspor sebagai bahan baku makanan dan minuman, kesehatan, dan sumber bahan bakar nabati (bio-energi).
Prof. Dr. Ristono, MS. Bersama Bambang Pranghutomo, Faisal Ahmad, dan Puji Astuti, bekerjasama dengan Pemkot Balikpapan menggelar seminar bertopik Peluang Bisnis Bioetanol di Kalimantan Timur. Kesempatan bagi BEC untuk memamerkan singkong gajah sebagai bahan baku yang cocok dikembangkan di Kaltim.  Pada waktu itu varietas unggul dalam produksi di atas 100 ton per hektare. 
Seminar ini berujung pada antusiasme masyarakat yang cukup besar dengan meminta BEC untuk menyebarkan bibit dan teknologi ke masyarakat luas. Tak hanya diminta secara perorangan, namun banyak juga organisasi yang meminta mereka memberikan seminar maupun berdiskusi.
 “Kata orang, kesempatan tidak datang dua kali,” tutur Ristono yang menjabat sebagai ketua umum BEC. Kini, BEC memiliki banyak koleksi singkong unggulan yang diberi nama oleh BEC sebagai Singkong Gajah. Keunggulan varietas ini terletak pada berat umbi, kemudahan penanaman, bisa langsung dikonsumsi sebagai bahan makanan pengganti beras dengan rasa ketan, dan umur panen yang hanya memakan waktu 6 hingga 9 bulan. Benih singkong gajah kini telah tersebar dan dikembangkan oleh BEC di 8 kabupaten kota di Kaltim, seperti Samarinda, Balikpapan, Penajam Paser Utara, Paser, Kutai Kartanegara, Tarakan, Malinau, dan Nunukan. 
 “Jika ada kabupaten kota lainnya yang mau bekerjasama dengan kami, tentu kami siap membantu menjelaskan dari proses penanaman hingga pemanenan,” terang pria yang kini telah berusia 59 tahun ini. 
Singkong Gajah yang dikelola dengan baik akan mampu memberikan solusi tentang kemiskinan, pengangguran, tindakan anarkis, moral spiritual dan ketahanan pangan. Produktivitas tinggi akan bisa dicapai melalui program kursus dan pelatihan sehingga berbagai produk riset, pengembangan dan motivasi akan terus menerus mendampingi karateristik Singkong Gajah yang potensial menuju ke arah yang lebih baik.
Karakteristik Singkong Gajah secara fisik menunjukkan bahwa system perakarannya memungkinkan bisa menyerap (menahan) air sehingga sangat berguna bagi keperluan system irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang, cabang dan daun di mana tinggi tanaman bisa mencapai 5 meter dan percabangan bertingkat mempunyai potensi dalam pengendalian penyerapan CO2, dengan demikian besar peranannya bagi perbaikan ekosistem. Kandungan sianida yang relative rendah pada umbinya terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak, misalnya ayam, kambing, dan sapi tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut, hal itu juga terlihat pada umbinya. karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya. 
Sehubungan dengan kondisi iklim di Kalimantan Timur yang sulit diperkirakan perbedaan antara musim penghujan dan kemarau, maka penanaman Singkong Gajah maupun masa panen di Kaltim dapat dilakukan setiap saat dengan tehnik siklus penanaman yang benar. Dengan demikian penyediaan bahan baku untuk industri berbasis Singkong Gajah dapat dilakukan setiap saat dengan rotasi tahunan tanpa memandang hari maupun bulan dengan luasan areal yang besar tersedia.
Prof. Dr. Ristono, MS. Melakukan pencarian benih singkong dengan mendatangi desa bekas lokasi transmigrasi, seperti Rantau Pulung, Marang Kayu, Manggar, Anggana, Sepaku, serta di Pasir. Pengamatan pertumbuhan benih serta pembesaran umbi dilakukan sejak umur 4 bulan hingga 9 bulan. Dari hasil pengamatan pria yang pernah menjadi pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unmul ini, pada tahun 2007, dia menemukan satu varietas unggulan yang dinamakan singkong gajah. Benih ini kemudian diujicobakan ke masyarakat di Desa Bukit Parianan, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Juga ditanam di Desa Lamaru Balikpapan, Desa Sepaku Penajam Paser Utara, Berau, Malinau, Paser, dan di Universitas Borneo Tarakan. Upaya memanfaatkan hasil pengamatan bersama Borneo Environmental Community (BEC) ternyata tak semulus yang dibayangkan. Banyak kendala dalam pengembangan singkong gajah.  “Modal yang diperlukan cukup besar, khususnya untuk pembukaan dan penyiapan lahan, serta pembelian bibit, pupuk, pemeliharaan, dan pasca panen. Per hektarenya diperlukan dana Rp 10 juta hingga Rp 20 juta,” papar Ristono.
Namun dilihat dari hasil panen yang akan didapat, hasilnya sangat memuaskan. Berat umbi singkong gajah rrerata saat berumur 4 bulan hingga 9 bulan berkisar antara 15 hingga 46 kilogram. Sedangkan berat umbi singkong biasa untuk masa tanam yang sama, umumnya hanya 2 hingga 5 kilogram,” jelas alumni Universitas Tokyo, Jepang ini membandingkan singkong gajah dengan singkong biasa. Pengalaman menunjukkan bahwa jika singkong gajah ditanaman dengan jarak 1 meter pada luas lahan 1 hektar, berat rerata umbi untuk 1 cabutan batang adalah 20 kg. Bila ditanam dengan jarak 1,5 – 2 meter, berat umbi dapat mencapai 35 hingga 40 kg per batangnya. Dengan nilai jual di pasaran saat ini berkisar Rp. 2.000,- hingga Rp. 4.000 per kilogram, maka pendapatan yang diperoleh berkisar antara Rp. 100.000.000,- hingga Rp. 200.000.000,- per hektar. Hitung-hitungan terjelek dengan harga Rp. 1.000,- per kilo pada saat panen raya, maka hasil yang didapat adalah 20 kg x 10.000 batang x Rp. 1.000,- = Rp. 200.000.000,-. Sungguh sangat menjanjikan, karena dengan modal Rp. 20.000.000,- seorang petani singkong gajah dapat memperoleh pendapatan hingga hingga Rp. 200.000.000,- dalam waktu 9 bulan.

Sumber Bioenergi Alternatif 
Sudah banyak penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan sumber bahan bakar alternatif. Dari sekian banyak peneliti, Prof Ristono menjadi salah satu ahli yang konsen dalam pencarian sumberdaya alam (SDA) yang dapat digunakan menjadi BBM. Apalagi setelah pelaksanaan konferensi lingkungan dunia di Bali dan pertemuan pemimpin dunia yang dikenal dengan G7 di Hokaido, yang membahas tentang bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi dan batu bara. Maka, pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah, ini menjadikan singkong sebagai tanaman penyelamat energi dunia karena dapat diubah menjadi etanol atau alkohol. Senyawa kimia yang umumnya dikenal sebagai bahan pembuat minuman keras (beralkohol). Sisi positifnya, senyawa ini dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hal inilah yang membuat Ristono, sejak tahun 2006, hanya berkonsentrasi meneliti jenis tanaman singkong (ubi kayu) sebagai sumber energi alternatif. Meskipun sejak tahun 1992, ia telah mengumpulkan benih singkong di Kaltim, tetapi saat itu belum melakukan penelitian kegunaan singkong sebagai bahan bakar alternatif. Saat itu, dirinya hanya konsen melakukan penelitian tentang singkong sebagai bahan perekat briket batu bara, bioetanol pengganti alkohol, serta ketahanan pangan dan energi.
Singkong sebagai bahan baku nabati (BBN) dapat diolah menjadi bioetanol pengganti premium. Pati yang terdapat di dalam singkong merupakan senyawa karbohidrat yang dapat diubah menjadi glukosa dengan bantuan cendawan Aspergillus sp. Setelah menjadi gula baru diubah menjadi etanol melalui proses difermentasi. Tahapan pembuatan bioetanol berbahan dasar singkong, dengan cara mengupas singkong kemudian dipotong kecil kemudian mengawetkan singkong dengan cara dikeringkan hingga kadar air 6 persen (gaplek). Setelah itu, gaplek dimasukkan ke dalam tangki berkapasitas 120 liter sebanyak 25 kilogram. Selanjutnya ditambahkan air hingga mencapai volume 100 liter dan dipanaskan hingga suhu mencapai 100 derajat celsius dan diaduk selama 30 menit sampai mengental.
Bubur gaplek kemudian dimasukkan kedalam tangki skarifikasi (proses penguraian pati menjadai glukosa), kemudian dimasukkan cendawan Aspergillus sp sebagai pengurai setelah bubur dalam keadaan dingin. Tiap 100 liter bubur pati diperlukan 10 liter larutan cendawan Aspergillus sp atau 10 persen dari bubur.  Setelah dua jam air akan terpisah dari endapan gula kemudian difermentasi. Tangki fermentasi ditutup rapat umtuk mencegah kontaminasi. Proses fermentasi secara anaerob (tidak membutuhkan udara) pada suhu 28 derajat hingga 32 derajat.
Setelah 2 – 3 hari larutan pati berubah menjadi 3 lapisan, yaitu, lapisan terbawah berupa endapan protein, lapisan tengah air dan lapisan teratas etanol. Hasil fermentasi disebut bir yang mengandung 6 – 12 % etanol. Bir kemudian disedot dan dipisahkan dari endapan protein dengan disaring. Bir kemudian disuling (destilasi) untuk memisahkan etanol dari air pada suhu 78 derajat celsius. Dari penyulingan dihasilkan etanol 95 persen. Untuk dapat larut dalam bensin diperlukan etanol 99 persen (etanol kering) sehingga dilakukan destilasi absorbent dengan cara etanol kering dipanaskan pada suhu 100 derajat selsius dan dihasilkan 10 liter etanol kering.
Akibat dari penurunan produksi minyak bumi dan kenaikan harga minyak dunia yang semakin tinggi membuat banyak negara maju dan berkembang yang berusaha mencari sumber energi terbarukan berbahan dasar nabati seperti misalnya Bio Diesel dan Bio Ethanol.  Beberapa Negara di Brasil, Amerika Serikat, Kanada. Uni Eropa dan Australia sudah menggunakan campuran 63% etanol dan 37% bensin.Walaupun beberapa negara maju telah meneliti kemungkinan menghasilkan biofuel dari bahan non-pangan namun dengan tersedianya teknologi pengolahan yang murah dan bahan baku pangan yang melimpah saat ini tentu saja para pelaku industri biofuel tidak akan membuang – buang waktu untuk menunggu realisasi dari penelitian tersebut.Dengan demikian maka secara otomatis kebutuhan akan bahan baku juga akan terdongkrak yang dapat berakibat terjadinya persaingan antara produsen bahan bakar dengan produsen bahan pangan dan ini tentu akan menyebakan kenaikan harga bahan pangan seperti yang telah terjadi pada Jagung, Gandum, CPO dan juga Singkong.
Indonesia sebagai negara agraris seharusnya dapat memanfaatkan momentum saat ini untuk mulai menggalakkan lagi sektor industri pertaniannya mengingat tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan lahan yang sangat besar serta didukung pula oleh sektor tenaga kerja yang melimpah. UNIDO (UN Industrial Development Organization) sudah sejak awal tahun 1980-an menerbitkan beberapa laporan tentang potensi singkong atau ubi kayu atau manioc, terutama di negara berkembang seperti di Indonesia yang memiliki lahan luas dan subur karena permintaan pasar produk singkong tersebut dalam berbagai bentuk, mulai dari bahan mentah, gaplek, tepung gaplek, tepung tapioka dan tentu saja sebagai bahan baku ethanol sangat tinggi. Singkong cukup potensial untuk dikembangkan karena singkong merupakan tanaman yang sudah sangat dikenal oleh petani dan dapat ditanam dengan mudah. Singkong juga merupakan tanaman yang sangat fleksibel dalam usaha tani dan umur panen. Lahan untuk tanaman singkong tidak harus khusus, dan tidak memerlukan penggarapan intensif seperti halnya untuk tanaman hortikultura lainnya, misal sayuran. Ada lebih dari 30 jenis umbi-umbian yang biasa ditanam dan dikonsumsi rakyat Indonesia. Dibandingkan dengan padi, membudidayakan umbi-umbian itu jauh lebih mudah dan murah. Sebagai contoh, menanam ubi kayu secara intensif membutuhkan biaya hanya sepertiga dari biaya budidaya padi. Di sisi lain, kandungan karbohidrat umbi-umbian juga setara dengan beras.Umbi-umbian itu kemudian dapat diproses menjadi tepung. Dalam bentuk tepung, umbi-umbian dapat difortifikasi dengan berbagai zat gizi yang diinginkan. Bentuk tepung juga mempermudah dan memperlama penyimpanan hingga dapat tahan berbulan-bulan, bahkan hingga tahunan. Selain itu, dalam bentuk tepung akan mempermudah pengguna mengolahnya menjadi berbagai jenis makanan siap saji dan menyesuaikannya dengan selera yang disukai.Teknologi pengolahan umbi-umbian menjadi tepung sangat sederhana dan murah. Dengan teknologi itu, usaha skala kecil-menengah mampu menghasilkan tepung dengan kualitas yang tidak kalah bagus dibandingkan tepung terigu yang diproduksi perusahaan besar.

Analisa SWOT
STRENGH (Kekuatan)
  1. Tanaman singkong merupakan tanaman yang dapat dikatakan tidak memerlukan perawatan khusus seperti halnya tanaman holtikultura lain seperti sayuran. Singkong juga tidak membutuhkan lahan khusus atau lahan yang spesifik bahkan singkong masih dapat tumbuh bahkan di daerah marginal walaupun dengan kompensasi produksi yang kurang maksimal.
  2. Kemudahan penanaman tadi juga didukung oleh kemudahan dalam memperoleh bibit, fleksibilitas dalam hal perawatan, pemupukan dan jenis lahan. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga hanya sebatas tenaga borongan, dalam artian tenaga kerja hanya dibutuhkan pada saat – saat tertentu seperti pada masa pengairan, pemupukan, penanaman dan panen. Hal ini tentu akan sangat menghemat biaya operasional
  3. Bibit singkong jenis unggul saat ini sangat mudah didapatkan. Untuk jenis singkong gajah dapat dibeli di daerah Kaltim.
  4. Return on Investment (ROI) untuk usaha budidaya singkong juga sangat tinggi. Statistik mencatat secara rata – rata ROI ada diatas angka 100 %, dengan mempertimbangkan suku bunga kredit sebesar 20 % per tahun maka kemungkinan untuk menggunakan kredit perbankan pun terbuka lebar.
  5. Tanaman singkong gajah dapat dibudidayakan secara tumpang sari dengan usaha pertanian lain, peternakan, dan perikanan. Dengan pola tumpang sari ini resiko untuk gagal total menjadi sangat kecil, selain juga petani berkesempatan melakukan diversifikasi usaha.

WEAKNESS (Kelemahan)
  1. Seperti yang telah diketahui, usaha agro kultur adalah usaha dimana return tidak dapat didapatkan dalam hitungan hari. Angka 1 tahun sebelum menikmati return adalah waktu yang sangat wajar terjadi di bidang agro kultur, namun angka ROI yang besar seharusnya dapat menutupi kelemahan dalam hal masa investasi.
  2. Singkong juga merupakan tanaman yang lama – kelamaan akan mengikis unsur hara pada lahan yang digunakan. Hal ini disebabkan karena ikut terangkatnya hara tanah pada saat panen. Solusi untuk hal ini telah dilakukan melalui penelitian berbagai institusi terkemuka dan didapatkan kesimpulan bahwa pengembalian tanah yang turut terangkat bersama umbi adalah salah satu cara mempertahankan kekayaaan tanah disamping tentu perlunya teknik dan program pemupukan dalam kerangka jangka panjang. Sistem pertanian organik walaupun lebih memakan biaya, namun menurut penelitian mampu menjaga unsur nutrisi tanah sehingga tanah tetap dalam kondisi subur dalam jangka panjang.
  3. Singkong segar merupakan barang yang mudah rusak sehingga dibutuhkan pengolahan awal seperti pemotongan (chip) dan pengeringan sebelum pengiriman ke pasar (kecuali untuk kebutuhan pasar tradisional).

OPPORTUNITY (Peluang)
  1. Kebutuhan pasar singkong yang selama ini didominasi oleh pabrikan tapioka sehingga menurunkan bargaining power petani singkong sudah berakhir dengan meluncurnya trend pengolahan biofuel berbahan dasar singkong yaitu ethanol.
  2. Perebutan bahan baku telah memicu kenaikan harga bahan baku di pasar singkong yang ditandai dengan kolapsnya beberapa pabrik pengolahan tapioka yang masih mempertahankan sistem purchasing gaya lama (mempermainkan harga di tingkat petani) karena tidak mendapatkan suplai bahan baku.
  3. Kenaikan harga hingga 50 % dan minimnya pasokan singkong telah membuat komoditas ini mengalami apresiasi dan kestabilan harga.

THREAT (Ancaman)
  1. Ancaman terbesar terhadap usaha budidaya dan agroindustri singkong terletak pada permainan harga di tingkat petani. Petani yang kurang mempunyai akses kepada informasi terkini tentang kondisi pasar tentu akan sangat mudah diprovokasi oleh tengkulak dan pengusaha.
  2. Ancaman hama terutama adalah babi hutan dan tikus yang termasuk sulit untuk dikendalikan. Sedangkan hama penyakit dan serangga pada tanaman singkong relatif sedikit dan dapat diatasi dengan sedikit pemakaian insektisida.
  3. Pemakaian sumur artesis ( bor ) juga dimaksudkan untuk mencegah residu pupuki kimia, pestisida dan herbisida yang berasal dari lahan sawah dan pertanian yang dewasa ini sangat boros dalam penggunaan pupuk dan pembasmi hama, biasanya banyak teraliri melalui saluran irigasi.

Penutup
Pengembangan prakarsa kemandirian bangsa harus didorong dengan cara  mengembangkan berbagai potensi masyarakat, memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki dan mengoptimalkan hasil – hasilnya sehingga berbagai upaya dimaksud harus berujung dan bertumpu kepada kesejahteraan rakyat, dan kemakmuran daerah yang bersangkutan, berdasarkan sendi – sendi keadilan dan pemerataaan.Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengembangan sektor AGROINDUSTRI, yang memang sudah merupakan ciri utama dan mayoritas kehidupan masyarakat di negara kita, dimana sebagian besar penduduknya bertempat tinggal di pedesaan dengan hidup mengandalkan dari sektor pertanian dan dapat mengoptimalkan lahan – lahan yang belum maksimal produksi sehingga apabila kegiatan – kegiatan tersebut tumbuh kembangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya, akan diperoleh beberapa keuntungan yaitu: (1) Menurunkan angka Urbanisasi, (2) Terbukanya lapangan kerja baru di daerah asal, (3) Termanfaatkannya lahan – lahan yang belum optimal produksi, (4) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat petani, (5) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, (6) Optimalisasi lahan – lahan yang belum diolah dan dalam rangka membangun agro bisnis dan agro industri yang terintegrasi sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah, dimana didalamnya memuat aspek pemanfaatan lahan tidur secara optimal guna meningkatkan prouktivitas pertanian.

Ristono, Temukan Varietas Singkong Berukuran Jumbo
Prestasi baru di dunia tanaman pangan kembali terjadi. Setelah ditemukannya varietas benih padi yang mampu tandingi padi hibrida dari segi produktivitas dengan markas riset di Lampung, kini hadir varietas singkong berukuran jumbo yang ditemukan seorang profesor asal Samarinda, Kalimantan Timur.

Profesor Dr Ristono MS, mantan dosen di Universitas Mulawarman, yang sukses menemukan varietas singkong jumbo tersebut. Julukan “jumbo” pada singkong temuannya itu tak berlebihan mengingat ukurannya yang super besar dibanding singkong pada umumnya. Tengok saja berat umbinya yang bisa mencapai 60 kg per pohon padahal singkong biasa per pohon hanya berumbi maksimal seberat 3 kg.
Penelitian singkong yang juga terkenal dengan sebutan singkong gajah ini memakan waktu relatif lama. Profesor Ristono menghabiskan waktu sekitar 10 tahun, dari tahun 1992 sampai 2002, dengan melakukan serangkaian percobaan seperti pencangkokan singkong lokal dengan singkong karet. Setelah sukses bereksperimen, singkong berukuran jumbo dengan varietas yang layak untuk dikonsumsi pun ditemukannya.
Menurut profesor Ristono yang juga berprofesi sebagai Guru Besar STT Migas Balikpapan, cara tanam singkong yang varietasnya hanya bisa dijumpai di Kalimantan Timur ini tergolong mudah. Dengan sistem stek, yakni memotong batang singkong lalu menanamnya ke tanah yang gembur, pun bisa tumbuh. Hasil dari cocok tanam seperti itu menghasilkan panen berbeda kualitas dengan yang hasil tanam melalui proses okulasi atau pencangkokkan.
Bertekad membudidayakan singkong gajah ini, prof Ristono menggandeng LSM Borneo Environment Community (BEC), menggarap lahan seluas 2 hektare untuk budi daya singkong gajah di daerah Barambai, Sempaja Utara. Upaya untuk terus membudi daya singkong jumbo itu juga dilakukannya di daerah lain yang meliputi Desa Bukit Parianan, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Desa Lamaru Balikpapan, Desa Sepaku Penajam Paser Utara, Berau, Malinau, Paser serta Universitas Borneo Tarakan.
Profesor Ristono mengungkapkan, modal yang dibutuhkan untuk membudi daya singkong gajah ini relatif besar. Lulusan Universitas Tokyo, Jepang, itu menuturkan, diperlukan dana antara Rp10 juta sampai Rp20 juta per hektarenya guna pembukaan dan penyiapan lahan, pembelian bibit, pupuk, pemeliharaan dan biaya lain pascapanen. Namun modal yang besar itu sepadan dengan panen yang diperoleh. Profesor Ristono menjelaskan, saat singkong gajah berusia 4-9 bulan, beratnya bekisar 15-46 kg. Dibandingkan dengan singkong biasa dengan masa tanam yang sama, yakni 2-5 kg, singkong gajah tentu lebih unggul.
Selain unggul dalam bidang berat, singkong jumbo juga mempunyai keunggulan di bidang cita rasa dan daya tahan terhadap serangan hama. Singkong gajah ini dinilai mengandung cita rasa yang lebih gurih dan teksturnya pun juga lebih lunak dibanding singkong biasa. Lalu, apakah singkong “raksasa” ini mempunyai nilai ekonomis sebagai salah satu produk komoditas?
Sebagai penghitungan kasar, bila singkong gajah ditanam dengan jarak 1 meter pada luas lahan 1 hektare, berat rata-rata umbi untuk 1 cabutan batang adalah 20 kg. Bila ditanam dengan jarak 1,5-2 meter, berat umbi bisa mencapai 35 hingga 40 kg per batangnya. Dengan nilai jual di pasaran sekitar Rp2.000-Rp4.000 per kg, maka pendapatan yang diperoleh antara Rp100 juta hingga Rp200 juta per hektare.
Hitung-hitungan terburuknya, dengan harga Rp1.000 per kg pada saat panen raya maka hasil yang didapat adalah 20 kg x 10 ribu batang x Rp1.000 = Rp200 juta. Sungguh sangat menjanjikan, karena dengan modal Rp 20 juta, seorang petani singkong gajah dapat memperoleh pendapatan Rp200 juta dalam waktu 9 bulan. Itu baru dari hasil penjualan umbinya saja, belum dari produk-produk turunannya, atau pengolahan limbahnya. Maka tidak menutup kemungkinan, bakal lahir miliarder-miliarder baru berkat singkong temuan profesor Ristono ini.

Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 1 Bulan
Tanaman Singkong Mutiara umur 1 bulan mulai menarik untuk diteliti karena pertumbuhan benih terlihat hampir merata dan mudah dibedakan benih mana yang berhasil tumbuh atau yang telah mati.
Hal ini berbeda dengan tanaman yang masih berumur 1 minggu, karena tanaman yang mati masih sulit terlihat. Walaupun demikan, tanaman berumur 1 bulan telah diganggu gulma terutama oleh rumput.

Tabel 1. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur 1 Bulan
No
Tinggi Tanaman (cm)
Banyak Calon Umbi
Panjang Calon Umbi Rata-rata (cm)
Calon Umbi terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat Per Umbi (Kg)
1
23
19
15
25
0,015
0,25
2
30
17
17
30
0,020
0,30
3
26
16
19
23
0,015
0,22
4
26
19
20
28
0,010
0,24
5
32
21
20
28
0,020
0,20
6
29
20
19
27
0,020
0,24
7
32
20
17
28
0,015
0,25
8
37
17
17
29
0,020
0,24
9
33
15
18
30
0,020
0,25
10
27
17
19
26
0,020
0,27

2,46

Pada tabel 1 diatas, tanaman diatas pada umur 30 hari menunjukan pertumbuhan yang hampir seragam yaitu pucuk daun berwarna merah kecoklatan dan dibagian bawah menunjukkan hijau gelap. Tinggi tanaman rata-rata 30 hari ini adalah 28,5 cm. Dilokasi lain dengan kesuburan tanah yang cukup tinggi dan benih yang akan ditanam direndam selama 12 jam dengan larutan pupuk Hayati menghasilkan tinggi tanaman yang lebih maju yaitu sekitar 0,5 meter. Mengingat umur tanaman yang masih sangat muda maka calon umbi masih berupa akar dan masih sulit untuk di ukur panjang umbi serta beratnya, namun tinggi rata-rata sekitar 28,5 cm dan total berat rata-rata 0,25 kg. Walaupun demikian banyaknya akar yang menjadi calon umbi sudah terlihat dan dapat dihitung.

Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 1 Bulan
Singkong mutiara pada umur 2 bulan dan yang terpelihara dengan baik telah menunjukkan “Prestasinya” dengan tanaman yang tingginya diatas 50 cm. bahkan pada tanah yang berhumus yang gembur dan subur tanaman pada umur ini bisa mencapai diatas 100 cm

Tabel 2. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 2 Bulan
No
Tinggi (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Berat Umbi Satu Pohon (Kg)
1
49
20
21
43
0,15
1,9
2
48
19
18
34
0,15
1,5
3
54
16
19
27
0,10
1,6
4
44
18
21
30
0,15
1,8
5
54
20
17
33
0,20
2,3
6
49
18
18
34
0,15
2,0
7
52
19
22
32
0,20
2,5
8
49
21
20
38
0,15
2,1
9
57
22
19
40
0,20
2,5
10
48
17
25
34
0,20
1,6

19,8

Pada umur 60 hari tanaman rata-rata mencapai 50,4 cm dan berat umbi rata-rata 1,98 kg. Data ini menunjukkan bahwa ada peningkatan tinggi rata-rata tanaman dari sample plot 1 yaitu 28,5 cm ke plot 2 menjadi 50,4 cm, total berat rata-rata perpohon dari 0,252 kg menjadi 1,98 kg. Perubahan mulai berfungsinya mengandung unsur-unsur mikro dan makro yang dikandung dalam tanah serta sistem perakaran singkong mutiara yang mulai berfungsi untuk pertumbuhan khususnya pada tinggi tanaman karena daun-daunnya mulai banyak dan lengkap dengan satu unit daun dengan satu tangkai mulai memiliki 7 – 9 helai daun dengan bentuk jari hal ini sangat berbeda dengan tanaman umur 1 bulan dimana akan masih kecil dan pendek serta jumlah helai daun pertangkai mulai 3 sampai dengan 5 helai.
Umur tanaman 2 bulan memerlukan penanganan lebih serius dibanding 1 bulan sebelum dan sesudahnya pemeliharaan tanaman dilakukan karena pada umumnya rerumputan menjadi persaingan bagi singkong mutiara ini. Demikian pula karena unsur hara di dalam tanah sudah diperebutkan oleh tanaman utama dan tanaman pengganggu maka tambahan pupuk sangat diperlukan.
Pada usia tanaman 2 bulan dilakukan penyiangan sekaligus pemupukannya. Pupuk yang sebaiknya diberikan adalah pupuk kandang dan pupuk hayati agar pertumbuhan 2 bulan berikutnya yaitu umur tanaman mencapai 4 bulan menjadi semakin cepat sehingga umbi menjadi semakin besar, panjang dan berat.
Gambar diatas memperlihatkan proses penelitian umbi umur 2 bulan pada lahan tandus. Dibakar selama 15 menit dapat langsung dimakan, rasa manis, tekstur empur dan warna titik hal ini menunjukkan bahwa umbi umur ini telah layak dikonsumsi langsung, dengan dibakar, direbus maupun digoreng. Dari informasi ini sangatlah jelas bahwa tanaman ini potensial dalam menanggulangi bahaya kelaparan apabila banyak terjadi gagal panen pada tempat-tempat indsutri pertanian bahan makanan akibat perubahan iklim global yang mengakibatkan banjir dan kekeringan.

Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 3 Bulan
Semestinya, tanaman singkong mutiara setelah berumur 3 bulan akan mengalami peningkatan-peningkatan yang menyolok dibandingkan ketika berumur 2 bulan. Data mengenai sample pada umur ini disajikan pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur 3 Bulan
No
Tinggi Tanaman (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi Rata-rata (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat Umbi Satu Pohon (Kg)
1
129
15
23
34
0,35
4,4
2
120
18
24
39
0,25
3,8
3
110
21
27
45
0,25
3,7
4
133
20
24
39
0,30
4,4
5
136
18
18
41
0,20
3,4
6
128
17
23
38
0,25
3,0
7
127
18
18
44
0,20
3,2
8
133
21
22
40
0,20
3,9
9
112
20
22
37
0,25
4,2
10
130
19
18
40
0,25
3,8

37,8
Pada umur 90 hari tinggi tanaman rata-rata mencapai 144,8 cm dan berat umbi rata-rata 4,82 kg. Plot tanaman singkong mutiara yang mulai tampak hijau rimbun menyegarkan membuat rerumputan di bawah rimbunan ini tidak mampu bersaing secara normal yaitu dibanding pada umur 1 – 2 bulan. Hal ini dipengaruhi dari penyiangan rumput yang dilakukan pada umur 2 bulan serta pemupukan yang langsung dapat diserap oleh perkara singkong. Dengan ketersediaan pada tanah yang gembur yang memungkinkan mengandung banyak air.


Tabel 4. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur 4 Bulan
No
Tinggi Tanaman (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat Umbi Satu Pohon (Kg)
1
178
17
17
62
0,8
7,2
2
144
13
16
51
0,9
5,8
3
182
15
18
59
0,8
6,1
4
166
17
13
46
0,9
5,4
5
155
21
19
60
1,0
5,7
6
149
14
17
55
1,1
5,8
7
162
20
16
58
1,0
5,3
8
160
16
15
55
0,9
4,9
9
172
21
18
52
1,0
5,6
10
170
17
17
63
0,7
5,8

57,6

Data dari satu batang cabutan tanaman singkong mutiara dengan pangkal pohon dua buah. Cabutan singkong usia muda ini tampak pada warna batang yang masih hijau karena pada usia tua yaitu 8 bulan keatas warna batang menjadi kecoklatan. Gerombolan singkong yang padat tersebut memperlihatkan dibagian atas lebih besar daripada bagian bawah atau tengah. Hal ini menunjukkan bahwa adu kuat antara umbi yang menjadi pemenangnya adalah bagian luar atau yang langsung dekat denagan permukaan tanah. Terlihat pula pada gambar diatas menjadi tumpukan umbi sehingga banyak umbi pada singkong muitara ini lebih banyak dari pada singkong pada umumnya yang biasanya hanya 5 – 10 umbi per batang.
Tanaman singkong mutiara tersebut telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup positif karena tinggi tanaman yang setinggi tubuh manusia dewasa telah memberikan buah yang layak jual dan telah bernilai ekonomi. Pada waktu pencabutan tanaman di plot ini tumbuhan masih dalam keadaan sehat dalam daun-daun belum ada yang mulai menguning dan bahkan warna batangnya masih terlihat keputihan (pada umur 0 bulan, warna batang pohon merah kecoklatan).\
Pada umur 4 bulan singkong mutiara yang dipanen guna penelitian ini memberikan data panjang umbi rata-rata 16,6 cm. sedangkan untuk umbi terpanjang rata-rata 56,1 cm dan yang terpanjang sesungguhnya mencapai 63 cm. Hal ini menunjukkan bahwa produk umbi masih mempunyai peluang untuk meningkat. Oleh karena itu, pada umur ini sebaiknya dilakukan pemupukan, penyiangan dan perbaikan bedeng agar umbi tertutup oleh tanah sehingga mampu memanjang, membesar (diamter bertambah) dan bertambah berat. Pada tanaman yang dibagian pangkal batang pohon (bonggol) mencapai diamter lebih dari 5 cm biasanya tanah disekitar bonggol tersebut mulai merekah. Untuk itulah perbaikan gundukan tanah disekitar bonggol tersebut harus ditambah atau ditinggikan. Untuk memperbesar produktifitas lahan dengan satuan Ton/Ha pada umur ini diberikan pupuk NPK masing-masing pohon sekitar 30 gram atau 2 sendok makan.

Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 5 Bulan
Dibawah ini memperlihatkan satu cabutan singkong mutiara umur 5 bulan yang mewakili data hasil peneliti di KUKAR apabila tanaman ini dipanen maka kemungkinan penjualan umbi basah untuk bahan makanan langsung dikonsumsi seperti dibakar, direbus dan digoreng sangat cocok karena rasanya yang enak dan penampilan singkong tidak terlalu besar. Kondisi pasar di daerah misalnya di Kota Balikpapan atau kota Samarinda masih dipengaruhi oleh penampilan singkong yang masih umum yaitu untuk 1 kg singkong memuat 2 – 5 batang umbi. Ini berarti bahwa singkong relatif kecil dan pendek. Sedangkan singkong mutiara pada umunya panen lebih dari 10 bulan untuk satu.

Tabel 5. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur 5 Bulan
No
Tinggi Tanaman (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat Umbi (Kg)
1
203
19
19
50
0,85
7,9
2
190
14
20
45
0,90
9,0
3
179
21
18
55
0,80
8,8
4
205
18
18
54
1,20
10,9
5
210
16
16
47
1,25
10,4
6
180
20
18
60
0,90
9,2
7
187
20
17
48
1,10
7,7
8
190
18
20
45
1,30
9,1
9
165
19
21
45
0,95
8,5
10
179
19
22
49
1,50
11,0

92,5

Hasil hitungan dari data pada tabel 5, menunjukkan bahwa pada umur 150 hari tinggi penanaman rata-rata mencapai 188,8 cm dan berat umbi rata-rata 9,25 kg. Tinggi minimum 165 cm dan maksimum 205 cm mengindikasikan bahwa pertumbuhan tanaman untuk tinggi pohon positif. Observasi pada fisik tumbuhan menunjukkan bahwa pohon yang tingginya dibawah rata-rata ternyata telah bercabang tiga sedangkan yang lainnya masih lurus dan belum bercabang.
Umbi berat 1,5 kg justru panjang umbi hanya 49 cm sedangkan umbi terpanjang 60 cm beratnya hanya 0,9 kg. Hal ini menunjukkan bahwa umbi menyesuaikan kondisi lahan dan sumber makanan yang dikonsentrasikan untuk panjang dan beratnya atau keduanya. Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila ada umbi yang cukup berat namun pendek dan lainnya kecil namun panjang. Dengan adanya kecenderungan banyaknya umbi mendekati 20 buah maka dapat dipastikan bahwa pada tanaman singkong mutiara besar, panjang dan berat umbi tidak seragam. Bahkan sering dijumpai adanya umbi yang sangat kecil dalam arti bahwa secara visual umbi terlihat pendek, ramping, dan tidak berat yang berada diantara umbi-umbi yang besar dan panjang.

Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 6 Bulan
Gambar diatas menunjukkan seseorang petani menunjukkan hasil tanamannya singkong mutiara yang berumur 6 bulan yang terlihat optimis bahwa sejak saat itu ia akan memperoleh hasil panennya. Bahkan ketika ia mau bersabar 3 – 4 bulan kedepan yaitu umur tanamannya menjadi 9 – 10 bulan maka isi kantongnya akan semakin tebal.

Tabel 6. Hasil Penelitian 10 Pohon Singkong Mutiara Umur 6 Bulan
No
Tinggi Tanaman (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat (Kg)
1
239
21
22
49
0,9
13,0
2
255
16
26
65
1,6
9,8
3
275
18
24
55
1,3
12,8
4
265
17
25
60
1,7
13,2
5
240
21
21
56
1,4
13,8
6
225
14
27
71
1,5
12,7
7
208
19
23
69
0,9
10,8
8
260
18
25
55
1,6
16,9
9
246
21
22
60
1,4
12,7
10
260
16
24
65
1,5
13,5

129,2

Perlakukan pada tanaman pada umur 6 bulan lebih mudah daripada sebelumnya karena pada umur ini apabila terlihat rerumputan terlihat menggangu maka dilakukan pembersihan secara manual karena biasanya rumput-rumput tersebut tidak terlalu lebat. Boleh pula dilakukan tambahan pupuk hayati dan pupuk NPK per batang tanaman sebanyak 2 sendok makan. Hitungan statistik deskriptif menghasilkan tinggi tanaman rata-rata 247,3 cm dan total berat rata-rata 12,96 kg.
Hasil pada tanaman pada usia 6 bulan memungkinkan petani untuk memanen seluruh tanamannya untuk dijual pada industri makanan jadi. Mengingat kondisi fisik tanaman pada umur ini masih terlihat muda yaitu daunnya masih embun dan warna batang pohon belum menunjukkan warna kecoklatan. Oleh karena itu panen masihbisa ditunda.
Nama singkong mutiara terlihat mulai terdukung oleh data pada Tabel 6 diatas. Terlihat bahwa panjang umbi ada yang mencapai 71 cm dan diameter umbi ini sudah mulai membesar yaitu sekitar 5 cm.

HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 6 BULAN DALAM 1 Ha
-          1 Ha lahan : 10.000 M2
-          1 Ha lahan : 10.000 M2 dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-          Hitungan maksimal rata-rata perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata perpohon 12,92 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 6 bulan.
-          Untuk 10.000 pohon x dengan hitungan rata-rata 12,92 Kg, maka hasil yang diperoleh = 120.920 Kg. (120,92 Ton)
-          Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang diperoleh = 120.920 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 120.920.000,-
-          Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang diperoleh = 120.960 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 181.440.000,-

Tabel 7. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 7 Bulan
No
Tinggi Tanaman (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat (Kg)
1
265
17
25
43
1,2
12,9
2
260
20
25
44
1,4
13,4
3
280
20
26
39
1,8
13,3
4
255
19
30
35
1,2
13,9
5
310
13
28
49
1,7
17,7
6
265
13
25
54
2,0
14,8
7
270
14
26
45
2,2
16,9
8
285
19
28
47
1,9
16,5
9
258
20
29
69
1,7
13,9
10
297
22
28
75
1,8
12,9

146,2



Berdasarkan Tabel 7 diatas tinggi tanaman rata-rata mencapai 274 cm dan berat umbi rata-rata 14,62 Kg. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman cukup dewasa dan hasilnya semakin memuaskan karena penampilan singkong mutiara ini semakin menarik perhatian. Dalam umur 7 bulan, tanaman ini ada yang tingginya 297 cm dan panjang umbinya ada yang mencapai 75 cm. Data diatas menunjukkan bahwa total berat rata-rata per pohon diatas 10 Kg.
Banyaknya umbi per pohon yaitu minimal 13 dan maksimal 22 buah dengan nilai rata-rata 18 buah. Dengan demikian singkong mutiara ini termasuk kedalam katagori singkong mutiara yaitu singkong yang banyak umbinya dalam satu batang/ stek. Kegenjahan tanaman inilah yang memungkinkan mempertinggi total berat
Tabel 8. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 8 Bulan
No
Tinggi Tanaman (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat
Total Berat (Kg)
1
310
16
34
78
1,4
15,3
2
290
16
40
67
1,7
16,7
3
286
18
39
79
1,4
17,4
4
305
17
44
80
1,5
17,2
5
295
13
39
75
1,6
15,9
6
297
14
41
88
1,2
11,8
7
305
19
37
65
1,3
21,8
8
302
16
42
67
1,5
16,9
9
299
20
43
77
1,6
15,8
10
287
19
39
75
1,6
19,2

168

Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 9 Bulan
Seperti halnya deskripsi untuk tanaman Singkong Mutiara umur 8 bulan, maka pada umur ini tidak jauh berbeda. Perbedaan secara kuantitatif cenderung pada naiknya produktivitas tumbuhan yang memungkinkan hasil panen yang lebih meningkat. Peningkatan tersebut menyolok dengan membandingkan pada berat total umbi di bawah 20 kg pada umur 8 bulan meningkat menjadi diatas 20 kg.

HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 8 BULAN DALAM 1 Ha
-          1 Ha lahan : 10.000 M2
-          1 Ha lahan : 10.000 M2 dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-          Hitungan maksimal rata-rata perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata perpohon 16,8 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 8 bulan.
-          Untuk 10.000 pohon x dengan hitungan rata-rata 16,8 Kg, maka hasil yang diperoleh = 10.000 Kg – pohon x 16,8 kg = 168.000 Kg (168 Ton)
-          Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang diperoleh = 168.000 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 168.000.000,-
-          Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang diperoleh = 168.000 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 225.000.000,-
Note:   Seandainya ubi tersebut diolah sendiri dijadikan kerupuk, tapai, opak., Tepung tapioka hasilnya lebih meningkat dari sebelumnya.

Tabel 9. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 9 Bulan
No
Tinggi Pohon (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat
Total Berat (Kg)
1
375
20
47
70
2,3
19,7
2
299
17
38
58
2,1
18,2
3
309
19
35
60
1,2
21,0
4
305
13
37
75
1,4
17,8
5
380
18
46
59
2,4
25,5
6
355
21
36
65
1,8
19,0
7
340
18
49
60
1,9
22,9
8
330
19
35
55
2,0
18,6
9
325
22
46
65
1,6
17,7
10
362
19
33
68
1,8
19,7

200,1

Penelitian Singkong Mutiara pada umur 270 hari ini menghasilkan tinggi tanaman rata-rata mencapai 326 cm dan berat umbi rata-rata 20,01 kg. prestasi ini dapat dicapai buah dengan pajang umbi rata-rata 42.3 cm dimana umbi terpanjang 63,5 cm dan berat umbi yang terberat 1,85 kg. deskripsi ini menujukkan kepada kita bahwa pada umumnya dari 10 sampel cabutan pada penelitian ini umbi segar tersebut panjang dan besar.
HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 8 BULAN DALAM 1 Ha
-          1 Ha lahan : 10.000 M2
-          1 Ha lahan : 10.000 M2 dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-          Hitungan maksimal rata-rata perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata perpohon 20,1 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 9 bulan.
-          Untuk 10.000 pohon x dengan hitungan rata-rata 20,1 Kg, maka hasil yang diperoleh = 10.000 Kg – pohon x 20,01 kg = 200.000 Kg (200 Ton)
-          Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang diperoleh = 200.000 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 200.000.000,-
-          Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang diperoleh = 200.000 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 300.000.000,-

Umbi Singkong Mutira 10 Bulan
Penelitian pada tanaman Singkong Mutiara yang disajikan dalam buku ini terbatas hingga 10 bulan. Pada kajian lapangan yang dilakukan oleh tim peneliti di berbagai lokasi misalnya di wilayah kota BalikPapan menyimpulkan bahwa tanaman umur 11 bulan masih memungkinkan meningkat, namun dalam hal kwalitas rasa cenderung pada ang mulai menurun. Oleh karena itu, sengaja membasi penelitian intnsif ini hingga umur tanaman 10 bulan.
Tabel 10. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 10 Bulan
No
Tinggi Pohon (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat (Kg)
1
397
15
55
75
1,90
23,5
2
342
17
47
60
1,45
19,2
3
406
16
49
57
1,25
20,2
4
389
19
52
65
1,10
17,7
5
375
15
49
69
1,75
18,6
6
410
18
45
78
2,20
24,0
7
367
14
44
75
1,20
16,5
8
379
13
39
64
2,10
27,3
9
385
20
43
55
2,30
31,8
10
395
16
51
63
1,95
24,4

223,2

Perlakuan pada tanaman 10 bulan hanyalah perlakuan menunggu “Panen Raya” sehingga yang dilakukan lebih banyak pada penjagaan atau keamanan tanaman dan bukan lagi untuk meningkatkan repoduksi. Hasil panen 300 hari ini memperlihatkan tinggi tanaman rata-rata 384,5 cm dan total berat rata-rata 22,23 kg. dengan kondisi seperti ini maka penanaman Singkong Mutiara yang serius seperti yagn dilakukan selama hampir 1 tahun terhiung dari penyiapan lahan mampu menghasilkan produktivitas lahan dengan hitungan pendekatan hasil akhir ini yaitu 6,000 pohon x 22,32 kg = 133,920 kg atau 133,92 ton.

HASIL PANEN UBI MUTIARA UMUR 8 BULAN DALAM 1 Ha
-          1 Ha lahan : 10.000 M2
-          1 Ha lahan : 10.000 M2 dapat ditanami 10.000 pohon dengan jarak tanam 1 m x 1 m
-          Hitungan maksimal rata-rata perpohon sesuai hasil penelitian yang tertera dalam tabel, berat ubi rata-rata perpohon 22,32 Kg dari 10 pohon ubi mutiara umur 10 bulan.
-          Untuk 10.000 pohon x dengan hitungan rata-rata 22,32 Kg, maka hasil yang diperoleh = 10.000 Kg – pohon x 22,32 kg = 223.000 Kg (222.2 Ton)

-          Kalau harga ubi Rp. 1.000,-
Maka hasil yang diperoleh = 232.000 Kg x Rp. 1000,- = Rp. 223.200.000,-
-          Kalau harga ubi Rp. 1.500,-
Maka hasil yang diperoleh = 223.000 Kg x Rp. 1.500,-= Rp. 334.000.000,-
Selanjutnya, bilangan dari satu kolom kekolom dalam satu baris ke baris lainnya dapat ditelaah yang meungkinkan menghasilkan suatu pengetahuan.

Tabel 11. Hasil Penelitian Singkong Mutiara Umur 1 – 10 Bulan
No
Tinggi Pohon (cm)
Banyak Umbi
Panjang Umbi (cm)
Umbi Terpanjang (cm)
Umbi Terberat (Kg)
Total Berat (Kg)
1
28,5
18
18,1
27,4
0,018
0,252
2
50,4
19
20,1
35,5
0,165
1,98
3
144,8
18
19,2
47,9
0,580
4,82
4
163,8
17
16,6
56,1
0,910
5,86
5
188,8
18
19,2
49,8
1,075
9,25
6
247,3
18
23,9
60,5
1,380
12,92
7
274,5
18
27,0
49,0
1,690
14,18
8
297,0
17
39,8
75,1
1,480
16,80
9
326,0
19
40,2
63,5
1,850
20,01
10
384,5
16
47,2
66,1
1,720
22,32

108,392
Tabel 11 di atas menunjukkan adanya kecenderungan naiknya tinggi tanaman dan ebrat umbi dan yang relatif konstan adalah banyaknya umbi rata-rata pertanaman. Kecendrungan dengan bertambahnya umur tanaman maka semakin tinggi produktivitas Singkong Mutiara sampai berumur 10 bulan. Dalam hal ini memberikan jaminan bahwa hingga umur ini kwalitas umbi lebih bagus untuk pangan maupun energi. Adapun penelitian untuk umur berikutnya untuk dilakukan tersendiri sebagai penelitian lanjut.


3 komentar:

  1. assalamualaikum saya tertarik dalam meneliti singkong dan mhn blh minta bahan2 apa saja yg digunakan dalam penelitian ini??misalnya berapa kg pupuk dll ,,terima ksh :) atau bisa email sy ke pratio20@gmail.com

    BalasHapus
  2. Tolong cari Pengusaha buka pabrik tapioka di Desa Miau Baru Kecamatan Kongbeng. email kadjan070262@gmail.com

    BalasHapus
  3. Tolong cari Pengusaha buka pabrik tapioka di Desa Miau Baru Kecamatan Kongbeng. email kadjan070262@gmail.com

    BalasHapus